Dari segi
penyusunan kata menjadi kalimat, pakar bahasa boleh saja mempermasalahkan judul
di atas. Mendahulukan kata ’masalah’ sebelum ’kehidupan’ bisa jadi berbeda arti
dengan penyusunan kalimat yang mendahulukan kata ’kehidupan’ sebelum ’masalah’.
Yang jelas, penulis hanya ingin ”mentertawakan” realita hidup yang seakan tak
pernah sunyi dari masalah. Di tengah derasnya permasalahan yang selalu datang,
penulis semakin sadar: memang, masalah merupakan satu cakupan makna dari
hakekat hidup dan kehidupan itu sendiri.
Kehidupan:
kapan, apa, di mana dan bagaimana pun ia dijalani memang akan selalu timbul
masalah. Dalam realita, seorang politikus bergumul akrab dengan permasalahan
politik. Kehidupan politik akan memberinya masalah sebagai konsekuensi pilihan hidup. Profesi sebagai guru, juga
selalu dilingkari masalah-masalah kepengajaran yang akan terus mengitarinya
silih berganti. Begitu juga halnya bagi seorang yang berprofesi sebagai dokter,
aparat, artis, buruh, pengamin dan semua jenis profesi baik pilihan atau
terpaksa dilakoni, tak akan pernah bebas dari ”bui” masalah. Semua
profesi-profesi itu akan hidup seiring denyutan ”nadi” masalah yang ada.
Wal hasil,
dengan pengertian kata ’masalah’ seperti dimaksud, kita memang dan harus sadar
bahwa masalah adalah sisi lain dari kehidupan yang justru saling memaknai
antara satu dan lainnya. Sebagai makhluk yang hidup, sangat naif jika kita
takut lalu menghindari masalah. Karena, sehebat apapun kita mencoba lari dari masalah,
secepat itu pula masalah baru akan datang. Begitu seterusnya.
Yang tersisa
kemudian, bagaimana kita menghadapi masalah? Sebuah pertanyaan yang mengisyaratkan
kejantanan dalam melakoni hidup. Orang bijak berkata: ”Al wuqûf ala al
masyakil awwalu khutwatin li hillihi”, konsisten (tidak menghindar) dari sebuah
masalah, adalah upaya awal mengatasi masalah tersebut. Ikhlas
dengan sebuah masalah yang dihadapi menjadi indikasi persiapan dan kesiapan
untuk bisa menyelesaikan masalah tersebut. Sebaliknya, sebuah masalah akan
menjadi ”hantu” jika ia tak disikapi secara ikhlas, legowo, lapang dada.
Akhirnya, sebagai upaya membesarkan hati penulis, dan semua pembaca yang
akan atau sedang menghadapi masalah hidup, mari kita berseru: ”AKU TAK
GENTAR MENGHADAPI MASALAH!”. Besarkan hati, mantapkan keyakinan; semua
masalah pasti bisa dihadapi. Seberat apapun masalah, nikmati saja. Hayati sebuah pepatah: ”Life is not a problem to be solved,
but it’s reality to be enjoyed”; ”Hidup tidak
menjadi masalah untuk dipecahkan, tetapi kenyataan yang akan dinikmati”
* Pencinta masalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar