Allah berfirman: “Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Luas Pengampunan-Nya” (QS. An-Najm: 23)
Bagaimana kita
memahami “luasnya ampunan” Allah SWT? Catatan berikut mungkin bisa
menggambarkan luasnya ampunan Allah. Ya, hanya
gambaran saja. Bukan sebenarnya. Karena pada hakekatnya, luasan ampunan Allah
tidak akan bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan manusia. Allah Maha Pengampun.
Ampunan-Nya sangat luas tiada batas.
Ketahuilah, pada
hakekatnya semua umat Islam, baik pria maupun wanita masuk dalam satu daerah yang
disebut: “ahlul iman wan Islam”. Satu tempat, dimana telah Allah
anugrahkan banyak kenikmatan, dan tidak ada di tempat lainnya. Salah satu dari
anugrah kenikmatan tersebut adalah anugrah limpahan ampunan dan magfirah.
Limpahan ampunan dan magfiroh ini dijelaskan dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi.
Pertama, Allah berfirman sebagaimana dalam surat An-Nisa’,
ayat: 48:
“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa bagi siapa saja yang menyekutukan-Nya, dan
mengampuni semua dosa selain syirik bagi siapa saja yang Allah kehendaki”.
Kemudian di ayat lain (QS. Az-Zumar: 53) Allah berfirman:
“Katakan (Wahai
Muhammad): Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas atas diri mereka, janganlah
kalian berputus asa atas rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Dari ayat-ayat di atas Allah berjanji akan
mengampuni semua jenis kesalahan/dosa, kecuali menyekutukan-Nya. Dan harus
diketahui bahwa ampunan dari Allah SWT itu karena memang Dzat Allah memiliki
sifat “Al-Gaffar” (Yang Maha Pengampun). Sifat “Al-Gaffar” ini
merupakan salah satu sifat qadim (dahulu) bersamaan dengan wujud Allah
SWT. Sedangkan istigfarul mustagfirin (permohonan ampun dari hamba)
adalah sifat hawadis (baru) sebagaimana sifat barunya makhluk. Maka
merupakan satu hal yang mustahil jika sifat qadim Allah bergantung pada
sifat hawadis makhluk. Dengan kata lain: bahwa Allah Maha Pengampun atas
semua dosa tanpa bergantung pada permohonan ampun, atau menunggu pertaubatan
dari hamba-Nya. Dzat Allah sejak dahulu, sebelum terciptanya makhluk pada
hakekatnya memang sudah Maha Pengampun (Al-Gaffar).
Kedua, termasuk anugrah kenikmatan bagi kaum
muslimin-mukminin adalah, bahwa Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad
SAW agar beristigfar (meminta ampun) untuk umatnya. Firman-nya: “Dan
mintalah ampun atas dosamu dan dosa kaum mukminin dan mukminat..” (QS.
Muhammad: 19).
Sebagai utusan
sekaligus kekasih Allah, Nabi Muhammad itu lebih utama dibanding kaum mukminin bagi
diri mereka sendiri. Sebagaimana firmannya (Al-Ahzab: 6).
Dan harus diyakini
juga, bahwa istigfar (permohonan ampun) Nabi itu pasti diterima oleh Allah SWT.
Karena pastinya diterima istigfar beliau SAW, maka Allah melarang Nabi untuk
beristigfar bagi kaum musyrikin, sebagaimana Friman-Nya: “Tidaklah pantas
bagi Nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik, meskipun mereka itu termasuk kerabat (nya), sesudah jelas
bagi mereka, bahwasanya orang-orfang musyrik itu adalah penghuni neraka
jahanam” (QS. At-Taubah: 113).
Selain itu juga,
Nabi dilarang menyolati (jenazah) orang-orang yang munafiq dan kafir. Firman
Allah: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyolati (jenazah) orang yang mati
di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendo’akan) di kuburnya.
Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati
dalam keadaan fasik” (QS. At-Taubah:
83).
Itulah anugrah kedua
yang dikhususkan bagi kaum muslimin-mukminin. Anugrah nikmat selanjutnya
adalah, bahwasanya para malaikat juga
memintakan ampunan kepada Allah bagi kaum muslimin. Allah berfirman: “(Malaikat-malaikat)
yang memikul Arsy dan yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya,
dan mereka beriman kepada-Nya, serta memintakan ampun bagi orang-orang yang
beriman (seraya berdo’a): Wahai Tuhan kami Yang rahmat serta Ilmu-Nyameliputi
segala sesuatu, ampunilah orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu,
dan jagalah mereka dari siksaan neraka jahanam” (QS. Ghafir: 7)
Subhanallah, betapa
agung limpahan nikmat bagi kita umat Islam dalam hal pengampunan. Selain memang
Dzat Allah adalah Ghaffar (Maha Pengampun), dan Allah masih menyuruh
Nabi Muhammad beristigfar untuk kita, serta para malaikat juga turut
beristigfar, ternyata Allah juga masih
memberi nikmat, yakni sesama umat Islam bisa saling mendo’akan dan memohonkan
ampun untuk saudara seimannya. Model dan cara do’a seperti ini disebut “Do’a
bi dohri al-ghaib”
Rasulullah SAW
bersabda: “Barangg siapa yang mendo’akan saudaranya tanpa sepengetahuan
orang yang dido’akannya (bi dohri al-Ghaib), maka malaikat yang mendampingi
orang tersebut ikut mengamini do’anya, dan berdo’a: semoga engkau juga
mendapatkan seperti apa yang kau do’akan” (HR. Imam Muslim, Imam Abu Daud,
dan Imam Ibnu Majah)
Dengan pemahaman
hadis di ats, dan jika umpamnya seorang atau sekelompok muslim berdo’a:
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات
“Ya Allah,
ampunilah dosa umat Islam laki-laki dan perempuan, baik yang masih hidup atau
yang sudah mati”, maka sesungguhnya orang yang berdo’a seperti di atas, dia
telah telah memohonkan ampunan dosa bagi semua orang Islam sejak awal masa
kenabian hingga waktu terbacanya do’a tersebut.
Bisa dibayangkan,
betapa banyak jumlah umat Islam secara keseluruhan (yang masih hidup dan juga
yang sudah mati). Mereka semuanya masuk dalam hitungan do’a tersebut. Dan
dengan jumlah sebanyak itu, orang yang membacakan do’a dan yang mengamininya,
secara otomatis dosa-dosanya juga terampuni. Dan jika dosanya tidak sebanyak
jumlah kaum muslimin sejak dahulu hingga sekarang, maka sisanya menjadi catatan
kebaikan si pembaca do’a dan yang mengamininya. Allaaah......
Do’a di atas,
minimal kita baca di penghujung khutbah Jum’at. Subhanallah.... betapa luasnya
pengampunan Allah bagi kita umat Islam.
Lantas, pantaskah
bagi kita jika tidak mensukurinya???
Allahu Akbar,
walillahilhamd...
-ZUS-