16.5.11

SAMBANGAN AL-MUNAWWARIYYAH BERSUJUD


Dengan gaya bahasanya yang khas, Kiai Maftuh mengingatkan para santri yang tahun ini menjadi peserta Ujian Nasional (UN) tentang cakupan makna filosofi kata “santri” yang semestinya difahami bersama. Jika di-Arabkan, kata “santri” akan terurai menjadi cakupan: “s” (sin), “n” (nun), “t” (ta’), “r” (ra’), “y” (ya’). Masing-masing huruf tersebut mengandung makna yang mempertegas keharusan bagi siapa saja yang menyandang predikat “santri”.

Bagi santri dan wali santri PP. Al-Munawwariyyah, hari kunjungan atau yang biasa disebut sambangan kemarin (16/5/11) menjadi sebuah momen yang sangat berkesan. Selain sebagai ajang bersua setelah sekian lamanya tidak saling bertemu antara orang tua dan anaknya yang nyantri di pondok asuhan Kiai Maftuh ini, waktu sambangan kemarin juga menjadi ajang pengumuman kelulusan santri kelas akhir di SMA dan SMK Al-Munawwariyyah.

Ada hal menarik atau mungkin unik dalam pengumuman kelulusan yang langsung disampaikan oleh Pengasuh. Dikatakan unik, karena hal tersebut mungkin sudah langka –untuk tidak mengatakan satu-satunya– dipraktekkan dalam lembaga pendidikan di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, kebiasaan para siswa di seluruh Indonesia beberapa tahun ini, pascapengumuman kelulusan adalah melampiaskan kegembiraan dengan berfoya-foya. Tidak jarang juga mereka mencorat-coret baju sekolah sebagai tanda berakhirnya masa studi di tingkat menengah atas.

Tidak demikian halnya di PP. Al-Munawwariyyah. Para santri kelas akhir dipimpin langsung 0leh pengasuh mensyukuri nikmat kelulusan dengan melakukan sujud syukur jama’i di tengah lapangan yang juga disaksikan banyak wali santri lainnya. Tidak sedikit juga para orang tua yang anaknya dinyatakan lulus ikut bersujud secara spontan. Menyaksikan kejadian tersebut, suasana PP. Al-Munawwariyyah kala itu nampak hening. Nuansa kekhidmatan sangat kental terasa. Hampir semua yang bersujud berisak tangis sembari meneteskan air mata kebahagiaan.

Nasehat Khusus Kiai

Kepada para santri yang sudah dinyatakan lulus, Kiai Maftuh mengingatkan, bahwa kelulusan ini tidak lain adalah karunia nikmat yang wajib disyukuri. Satu kewajiban yang tidak boleh hanya dipandang sebelah mata. Terlebih posisi para siswa SMA/SMK yang juga tercatat sebagai santri sebuah lembaga pendidikan Islam: selain siswa, mereka juga adalah santri.

Dengan gaya bahasanya yang khas, Kiai Maftuh mengingatkan mereka cakupan makna filosofi kata “santri” yang semestinya difahami bersama. Jika di-Arabkan, kata “santri” akan terurai menjadi cakupan: “s” (sin), “n” (nun), “t” (ta’), “r” (ra’), “y” (ya’). Masing-masing huruf tersebut mengandung makna yang mempertegas keharusan bagi siapa saja yang menyandang predikat “santri”.

Pertama, sin, huruf ini mengandung pengertian salikun ila al-akhirah (orang yang berjalan menuju akhirat). Seorang santri harus menjadikan akhirat sebagai tujuan utama segala aktifitasnya. Pengertian ini tidak lantas menafikan masalah duniawi. Akhirat sebagai tujuan akhir dimaksudkan agar semua urusan harus berorientasi akhirat. Bukan sebaliknya. Pada kenyataannya, tidak jarang kita saksikan urusan-urusan “akhirat” sering direduksi menjadi urusan duniawi. Beribadah mahdlah ingin dipuji, berceramah agar dibilang alim, adalah hal-hal “akhirat” yang diduniawikan. Kenyataan tersebut yang harus dihindari seorang santri.

Kedua, nun, huruf ini berkepanjangan kalimat: naibun ‘an asy-syaikh (pengganti atau wakil kiai). Kiai adalah sebuah julukan non-formal yang diberikan langsung oleh masyarakat kepada seseorang yang dianggap pantas menyandangnya. Kata kiai, secara kebahasaan sepadan dengan syaikh dalam bahasa Arab, sama dengan grand master dalam bahasa Inggris, suhu dalam bahasa Cina, dan mungkin masih banyak lagi padanan kata kiai dalam versi bahasa asing lainnya. Lebih spesifik lagi, jika kiai biasa dikenal di daerah Jawa, maka daerah lain di Indonesia mempunyai istilah yang berbeda. Orang Lombok punya istilah tuan guru, orang Padang punya istilah buya. Intinya, semua istilah tersebut diberikan kepada sosok yang pandai dalam bidang agama, arif, bersahaja, dan pastinya tingkah laku dan pembicaraannya penuh hikmah. Sikap dan kepribadian itu sekaligus menjadi prasyarat seseorang berhak disebut sebagai kiai. Dari sini jelas, sebutan kiai tidak bias direkayasa oleh seseorang, kelompok, termasuk juga media.

Dengan pengertian ini, seorang santri selayaknya menjadikan kiai sebagai tokoh idolanya. Pada titik inilah, maksud ungkapan “pengganti kiai” dimengerti. Tingkah laku, sikap, dan perkataan santri harus meniru sosok kiai yang arif, bijaksana, santun dan berakhlak mulia. Hal ini bukan berarti seorang santri harus menjadi kiai. Boleh saja seorang santri bercita-cita menjadi bisnisman, politikus, pejabat, dokter, dan banyak profesi lainnya. Toh demikian, ia tetap harus melandaskan semua profesi pilihannya dengan kepribadian kiai. Harapannya, akan muncul bisnismen yang sntri, aparat yang santri, politikus yang santri, pejabat yang santri, dan begitu seterusnya.

Selanjutnya, yang ketiga adalah huruf ta’, yakni: tariku al-ma’asyi (orang yang meninggalkan maksiat); ra’: ragibun fi al-khair (mencintai kebaikan); dan ya’: yarju rahmata Rabbihi (mengharap rahmat Allah). Semua ungkapan tersebut senyatanya menjadi satu kesatuan sikap yang harus dimiliki oleh setiap santri. Santri harus meninggalkan, bahkan membenci perbuatan maksiat, dan sebaliknya mencintai dan selalu mengerjakan hal-hal positif (al-khair). Dua sikap itu senyatanya menjadi pengejawantahan sikap taqwa. Dengan landasan sikap-sikap tersebut, harapan utama santri dalam kehidupannya adalah mengharap rahmat dan keridoan Allah SWT.

Demikian beberapa inti nasehat Kiai Maftuh selaku pengasuh PP. Al-Munawwariyyah sebelum secara resmi mengumumkan kelulusan siswa/siswi kelas akhir SMA dan SMK Al-Munawwariyyah yang dikepalai Amiruddin Badri dan Moh. Basjori.

Akhirnya, selamat atas keberhasilan dua lembaga ini. Selamat bagi SMA yang berhasil mengantarkan siswa/siswinya lulus dengan predikat 100 persen. Selamat juga bagi SMK al-Munawwariyyah atas keberhasilan perdananya meluluskan peserta didiknya. Jazakumullah khairan katsira. Good luck….!