14.4.14

Nabi Isa as dalam Al-Qur'an




الحمد لله الذي تفرد بالعز والجلال، وتوحد بالكبرياء والكمال، وجلّ عن الأشباه والأشكال، ودل على معرفة فزال الإشكال، وأذل من اعتز بغيره غاية الإذلال، وتفضل على المطيعين بلذيذ الإقبال، بيده ملكوت السماوات والأرض ومفاتيح الأقفال، لا رادّ لأمره ولا معقب لحكمه وهو الخالق الفعال.
اشهد إن لا اله إلا الله, وحده لا شريك له, له الملك, وله الحمد وهو علي كل شيء قدير
وأشهد أن سيدنا وحبيبنا وشفيعنا، محمد عبد الله ورسوله وصفيه من خلقه وحبيبه
الذي أيده بالمعجزات الظاهرة، والآيات الباهرة، وزينه بأشرف الخصال
ورفعه إلى المقام الأسنى، فكان قاب قوسين أو أدنى، وخلع الجمال.
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد، وعلي اله وأصحابه ومن سار على نهجه وتمسك بسنته واقتدى بهديه واتبعهم بإحسان إلي يوم الدين ونحن معهم يا أرحم الراحمين
أما بعد: أوصيكم عباد الله وإياي نفسي بتقوى الله تعالى، فقال عز وجل:( يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا* يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله ورسوله فقد فاز فوزا عظيما).
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah…
Salah satu rukun iman bagi umat Islam adalah mempercayai adanya nabi atau rasul  Allah untuk umat manusia. Ada 25 nabi yang wajib kita ketahui. Salah satunya adalah Isa binti Maryam alaihimas salam. Pada khutbah kali ini, kita akan sedikit membicarakan siapa sebenarnya nabi Isa as, menurut perspektif Islam, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qur'an. Bukan Isa menurut ajaran Bani Israil yang Yahudi, bukan juga Isa menurut Bani Israil yang kristiani, atau umat Kristiani pada umumnya.

Hadirin Jama'ah Jum'at yang berbahagia…
Isa tidak lain adalah manusia alias makhluk ciptaan Allah. Jika terdapat kelebihan Isa dibanding manusia pada umumnya, hal itu merupakan mukjizat yang Allah anugrahkan kepada beliau, sebagaimana Allah juga anugrahkan mukjizat kepada nabi serta rasul lainnya. Memang, antara santu nabi dengan lainnya memiliki kelebihan atau mukjizat yang berbeda-beda. Menurut para ulama, perbedaan mukjizat itu lebih dikarenakan faktor kebutuhan para nabi dalam menyebarkan da'wahnya bagi ummat mereka masing-masing. Ada mukjizat atau kemampuan seorang nabi yang bisa berjalan di angin. Ada yang dianugrahi tongkat sakti. Ada juga yang bisa berbicara dengan segala jenis bahasa, ada yang bersuara sangat merdu, ada yang berparas rupa sangat menawan, ada yang bisa menghidupkan orang yang sudah mati, dan ada juga mukjizat berupa kitab yang tiada bandingannya dari segala aspek; baik aspek bahasanya, susunan kalimatnya, serta aspek kandungan maknanya yang begitu dahsyat. Sedemikian dahsyatnya, hingga tiada kejenuhan bagi siapa saja untuk membacanya, meski berulang-ulang, dan itu tercatat sebagai ibadah di sisi Allah. Mukjizat terakhir ini lah yang Allah anugrahkan kepada nabi kita Muhammad SAW.

Kembali kepada nabi Isa, dalam Islam beliau adalah rasulullah yang banyak dikisahkan dalam al-Qur'an. Tidak seperti nabi lainnya, Al-Qur'an mengisahkan tentang nabi Isa sejak dari sebelum kehamilan ibunya, saat dalam kandungan, pada masa bayinya, hingga kisah-kisah Isa ketika menjadi Rasul. Dalam Al-Qur'an dijelaskan:
"إِذْ قَالَتِ الْمَلاَئِكَةُ ياَمَرْيَمُ إِنَّ اللهَ يُبَشِّرُكَ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيْحُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيْهاً فِي الدُّنْياَ وَالآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِيْنَ"
"(ingatlah) ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) dari pada-Nya, namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang terkemuka di dunia dan di akhirat, dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah). (Ali Imram: 45)

Hadirin rahimakumullah…
Ayat di atas menceritakan nabi Isa pra-masa kandungan. Selanjutnya Al-Qur'an juga mengisahkan saat bagaimana ibunya, menjalani proses kehamilannya. Bagaimana Maryam harus mengasingkan diri sebagai seorang perawan yang hamil, bagaimana memenuhi kebutuhan hidup dalam keterasingan, hingga bagaimana menanggung cibiran dari masyarakat yang menilai kehamilan Maryam sebagai satu aib. Keterangan tentang kehamilan Maryam itu tertera secara berurutan dalam Al-Qur'an pada ayat 22 s/d ayat 26 surat Maryam.

Pada ayat ke 27, dan 28, Al-Qur'an menceritakan bagaimana setelah Maryam melahirkan Isa. Allah berfirman:
"فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَهَا تَحْمِلُهُ، قَالُوْا يَمَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئاً فَرِيًّا @ يَا أُخْتَ هَارُوْنَ مَا كَانَ أَبُوْكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَماَ كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا"
"Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Mereka lantas berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang yang sangat mungkar. Wahai saudari Harun, ……

Mendengar hinaan itu, Maryam tidak bisa menjawab untuk membela dirinya. Dia justru menunjuk bayinya yang seolah-olah menyuruh kaumnya bertanya langsung pada si bayi. Seperti pada ayat selanjutnya:
"فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ، قَالُوْا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا"
"Maka Maryam menunjuk pada anaknya, mereka pun berkata: "bagaimana mungkin kami bertanya (langsung) kepada seorang bayi yang masih dalam kandungan?!"

Subhanallah, tanpa disangka-sangka, sang bayi yang masih dalam gendongan itu pun mampu berbicara dengan baik dan benar untuk membantah tudingan miring yang diarahkan kepada ibunya. Perkataan-perkataan Isa saat masih bayi terekam dalam Al-Qur'an pada ayat 30 s/d ayat 33 di surah Maryam juga. Ayat-ayat tersebut berbunyi:
"قَالَ إِنِّي عَبْدُ الله ءَاتَانِيَ الْكِتاَبَ وَجَعَلَنِى نَبِيًّا"@ "وَجَعَلَنِي مُباَرَكاً أَيْنَماَ كُنْتُ وَأَوْصاَنِي بِالصَّلاَةِ وَالزَّكاَةِ مَادُمْتُ حَيًّا"@  "وَبَرًّا بِواَلِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَباَّراً شَقِياًّ"@  "وَالسَّلاَمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوْتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا"
Pada ayat selanjutnya, Allah menegaskan:
"Itulah Isa putra Maryam yang mengatakan perkataan yang benar (tentang satu hal) yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenaran hal tersebut" (Maryam: 34).
Hal yang terjadi perbantahan di dalamnya itu adalah proses kehamilan serta kelaharin Isa tanpa ayah.

Hadirin Jama'ah Jum'at rahimakumullah…
Tentang berbantah-bantahan dalam proses kehamilan Maryam dan kelahiran nabi Isa, sampai saat ini masih terus berlanjut. Setidaknya ada tiga kelompok besar, dan masing-masing memiliki keyakinan yang berbeda-beda.

Kelompok pertama adalah kaum Yahudi, yang mula-mula berasal dari Bani Israil. Mereka menganggap bahwa kelahiran Isa as merupakan hasil dari hubungan gelap Maryam. Maka jangankan menganggap sebagai nabi, bahkan Isa mereka anggap sebagai anak haram. Sama sekali tidak terpikirkan oleh mereka kalau proses kelahiran nabi Isa yang tidak lazim itu merupakan satu pertanda kebesaran Allah SWT. Mereka lalai jika Allah sudah menghendaki sesuatu, maka cukuplah Dia berfirman "kun fayakun". Sungguh mereka termasuk kelompok yang sangat durhaka. Bukankah Adam dan Hawa juga tercipta tanpa perantara lazimnya anak yang terlahir?! Maka ditegaskan:
"إِنَّ مَثَلَ عِيْسَى عِنْدَ الله كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُراَبٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُوْنُ"
"Sesungguhnya perumpamaan Isa bagi Allah tak ubahnya seperti Adam, Allah ciptakan dia dari tanah dan lantas berfirman "jadilah, maka jadilah apa yang dikehendaki Allah".

Selanjutnya adalah kelompok kedua yang menyikapi ketidak-laziman lahirnya Isa as. Kelompok ini adalah kaum kristiani, yang menganggap bahwa dengan proses ketidalaziman saat terlahir, Isa oleh kelompok kedua ini dianggap sebagai putra Tuhan, bahkan sebagai jelmaan Tuhan itu sendiri untuk umat manusia. Na'uzdubillahi min dzalik…Sungguh nyata kesesatan kelompok ini.

Dan kelompok yang ketiga adalah kita umat Islam. Kita menghormati Isa sebagaimana layaknya hormati seorang utusan Allah. Tentang ketidaklaziman dalam proses kelahirannya, kita menilainya sebagai satu dari sekian banyaknya mukjizat Allah yang dianugrahkan kepada nabi Isa as.

Al-Qur'an mengisahkan, selain terlahir tanpa ayah, mukjizat nabi Isa  lainnya adalah kemampuannya menghidupkan orang yang telah mati, bisa menciptakan burung dari sebidang tanah, mampu mengobati orang yang buta sejak lahir, dan juga mampu menyembuhkan penyakit yang sangat kritis dalam sekecap mata. Tentu semua itu dengan seizin Allah SWT. Keterangan tentang mu'jizat nabi Isa itu tertera dalam surat Al-Maidah: 110.

Hadirin sekalian rahimakumullah…
Begitulah gambaran siapa sebenarnya nabi Isa dalam perspektif kita umat Islam. Dari sini sangat jelas perbedaan kita dengan kaum Yahudi dan Nasrani dalam menilai Isa as. Kita tidak menghina nabi Isa sebagai anak haram, dan kita juga tidak menganggapnya sebagai manusia yang harus disembah, alias jelmaan Tuhan. Kita berada di tengah-tengah antara dua kelompok agama Ibrahimi tersebut. Dengan posisi di tengah inilah, kita termasuk umat yang berada dijalan yang benar, alias lurus. (syiratal mustaqim).

Selain perbedaan menyikapi ketidak-laziman lahirnya Isa, ada satu hal lagi yang mesti kita fahami dalam memposisikan diri sebagai umat Islam, yang harus berada di tengah-tengah antara Yahudi dan Nasrani. Jangan sampai kita condong seperti kelompok Yahudi, juga jangan seperti kaum Nasrani. Satu hal tersebut adalah masalah penegakan hukum.

Pada titik ini, posisi kita sebagai umat 
Islam itu ternyata  tidak mudah. Kita harus tahu kapan menegakkan hukum, dan kapan memaafkan manusi; kapan meniru Nabi Musa sebagai pembawa ajaran Taurat, dan kapan harus meniru Nabi Isa dengan ajaran Injilnya. Itulah sebabnya kita harus selalu berdoa, “ihdinâ al-shirâth al-mustaqîm” (tunjukkanlah kami jalan yang lurus). Yang positif ialah, “shirâth al-ladzîna ‘an`amta `alayhim”; sedang negatifnya adalah “ghayri al-maghdlûbi `alayhim wa lâ al-dlâllîn”. Umumnya tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-maghdlûbi `alayhim ialah orang Yahudi dan al-dlâllîn adalah orang Nasrani. Maksudnya ialah, al-maghdlûbi `alayhim, karena orang Yahudi dalam menerapkan agama terlalu kaku, dan kehilangan lembutnya kemanusiaan. Sedangkan orang Nasrani terlalu longgar sehingga “habis”.

Ini penting sekali untuk dihayati karena perspektif ini nyaris hilang dari umat Islam. Sebagai contoh kasus yang bisa kita cerna, ciri-ciri kaum beriman itu, dalam Al-Quran surat Al-Syûrâ: 39-43, ialah:
"وَالَّذِيْنَ إِذاَ أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُوْنَ"
"Mereka yang apabila diperlakukan secara tidak adil, melawan". Itulah ciri orang beriman. Jadi tidak diam begitu saja;
"وَجَزآؤُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهاَ..."
Setiap kejahatan harus dibalas secara setimpal". Tidak benar seperti ajaran Nasrani yang  jika pipi kiri ditampar, maka mempersilahkan pipi kanan untuk ditampar juga. Orang Yahudi itu sebaliknya, “al-anfu bi al-anfi wa al-`aynu bi al-`ayni wa al-udzunu bi al-udzuni” (hidung dibalas dengan hidung, mata dengan mata, telinga denga telinga [Q., 5: 45] ).
Toh demikian, kita juga dituntun tidak seperti ajaran Yahudi, sebagaimana kelanjutan ayat sebelumnya:
"... فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى الله، إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الظَّالِمِيْنَ"
"Tapi barangsiapa bisa memberi maaf dan berdamai, Allah yang menanggung pahalanya). Jadi seolah-olah begini: “kalau kita diperlakukan secara zalim, balas, tapi sebetulnya lebih baik kalau kita bisa memaafkan, sebab kalau kita membalas itu sering berlebihan, padahal dalam ayat itu dinyatakan, “innallaha lâ yuhibbu al-zhâlimîn(Dan Allah tidak suka pada orang yang dalim).

Sebagai contoh, masih ingat kasus kerusuhan di Kupang; ada mushalla satu pecah jendelanya, namun balasannya tiga belas gereja hancur. Jadi ada konsesi kepada kenasranian di sini, yaitu kasih sayang. Tapi untuk menggambarkan sulitnya menjadi orang Islam, masih ada kelanjutannya.
"وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيْلٍ @ إِنَّماَ السِّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ، أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ"
Tapi barang siapa melawan karena diperlakukan tidak adil mereka tidak boleh disalahkan; yang harus disalahkan adalah mereka yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan bikin kerusakan di bumi tanpa alasan yang benar, mereka akan mendapat siksa yang pedih sekali".

Jama'ah Juma'at Rahimakumullah…
Ayat ini merupakan dukungan kepada orang yang membela diri, bahkan membalas, dan harus tegas. Tapi lagi-lagi tidak berhenti di situ. Seterusnya ialah kembali lagi kepada kenasranian:
"وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ اْلأُمُوْرِ"
 Tapi barang siapa sabar dan sanggup memberi maaf, itulah kualitas yang lebih tinggi" Karena itu, realita ini adalah gambaran tidak mudah menjadi orang Islam. Sebab suatu saat kita harus tegas menegakkan hukum, namun di saat lain kita harus berani memaafkan. Itu masalahnya. Kalau hanya menghukum saja maka cukup menjadi orang Yahudi; namun kalau hanya memaafkan saja maka cukup menjadi orang Nasrani.

Pertanyaan kita adalah apakah sekarang umat Islam lebih mirip orang Yahudi atau orang Nasrani? Ada yang mengatakan seperti Yahudi sebab hukumnya begitu. Kalau berani menjawab demikian, berarti kita harus menerima jika dimurkai oleh Alah, sebab terlalu banyak hukum, halal-haram, surga-neraka, dan sebagainya. Tapi kalau kita selalu mengalah, mengalah dan mengalah lagi, itu juga tidak benar.

Akhirnya, semoga kita semakin dibukakan hati, dan diberi petunjuk untuk bisa memposisikan diri dengan baik dan benar sebagai umat Islam, tidak condong ke ajaran Yahudi, dan juga tidak serupa dengan ajaran Nasrani. Amin.. amin.. Allahumma Amin…

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم و نفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو البر الرؤوف الرحيم. وقل رب اغفر وارحم وأنت خير الراحمين.