14.10.13

Berkurban Instrumen Ujian Iman



 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر  X٩  كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لا إله إلا الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد.
الحَمْدُ للهِ الذى تَنَزَّهَ عَنِ الشَّبِيهِ والنَّظِيرِ وَتَعَالى عَنِ المَثِيلِ ‏فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: {لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَئٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ} ‏أَحْمَدُهُ عَلَى أَنْ أَلْهَمَنَا العَمَلَ بِالسُّنَّةِ والكِتَابِ وَرَفَعَ في ‏أيَّامِنَا أَسْبابَ الشَّكِ والارْتِيَابِ، وَأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلاّ اللهُ ‏وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ يَرْجُو بِإخْلاصِهِ حُسْنَ ‏العُقْبَى وَالمَصِيرِ، وَيُنَزِّهُ خَالِقَهُ عَنِ التَّحَيُّزِ في جِهَةٍ، وَأَشْهَدُ ‏أنَّ سَيِدَنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الذي نَهَجَ سَبِيلَ النَّجاةِ لِمَنْ سَلَكَ سَبِيلَ ‏مَرْضَاتِهِ، وَأَمَرَ بِالتَّفَكُرِ في آلاءِ اللهِ وَنَهَى عَنِ التَّفَكُّرِ في ‏ذَاتِهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى ءالِهِ وَأَصْحَابِهِ الذينَ عَلا بِهِمْ ‏مَنَارُ الإيمانِ وارتَفَعْ، وَشَيَّدَ اللهُ بِهِمْ مِنْ قَواعِدِ الدّينِ ‏الحَنِيفِ مَا شَرَعْ، وَأَخْمَدَ بِهِمْ كَلِمَةَ مَنْ حَادَ عَنِ الحقِ ‏وَمَالَ إلى البِدَعْ.
أمَّا بَعْدُ أَحبَابَ الرّسُولِ الأعْظَمِ، فإنَّ ‏خَيْرَ ما أوصيكُمْ بِهِ في هذِهِ الصّبيحَةِ المُبَارَكَةِ تَقْوَى اللهِ والمُسارَعَةُ إلى الطّاعاتِ. 
                                       الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.
 Jama’ah shalat ‘idul adha rahimakumullah…
Di pagi hari yang penuh berkah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita ruku’ dan sujud sebagai pernyataan taat kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Bukan juga retorika musiman. Tetapi sebagai wujud pengakuan nan-tulus, yang menyentuh hingga menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.

Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian: untuk bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, bukan sekedar pada sisi formalitasnya, namun mencakup nilai ketulusan kita dalam penghambaan diri kepada Rabbul Izzah, sebagai upaya menjadikan diri pribadi-pribadi yang benar-benar beriman dan bertaqwa....

Jama'ah Shalat Idul Adha yang berbahagia,
Kaitannya dengan upaya peningkatan iman dan ketaqwaan, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Angkabut, ayat: 2 dan 3:
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم.....
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لاَيُفْتَنُونَ # وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ.
Artinya: "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka itu dibiarkan (saja) mengatakan: 'kami telah beriman', sedang mereka tidak akan diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah maha tahu siapa-siapa yang benar-benar beriman, dan siapa-siapa yang hanya berdusta, (alias hanya mulutnya saja yang mengaku beriman)".

Jika dicermati, ayat di atas mengisyaratkan keniscayaan ujian Allah bagi kita semua yang mengaku beriman. Dan karena keimanan adalah satu hal yang abstrak, maka diperlukan adanya bukti kongkrit sebagai wujud nyata atas pernyataan tersebut. Hal ini tidak hanya bagi kita ummat nabi Muhammad SAW, tapi ia berlaku bagi ummat manusia dimana dan kapan saja. Bahkan sejak awal penciptaan manusia, ujian keimanan kepada Rabbul Izzah Allah SWT, memang telah menjadi satu keniscayaan. Inilah yang dimaksud keterangan ayat: وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ: kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Inilah realita sejarah keimanan yang perlu kita sadari bersama.

Kaum muslimin rahimakumullah....
Salah satu instrumen atau media pokok ujian keimanan tersebut adalah wujud pengorbanan yang tulus dari hamba untuk Allah jalla jalaaluhu. Tidak kurang Al-Qur'an menceritakan kepada kita kisah-kisah historis umat manusia yang diuji keimanannya oleh Allah SWT. Mulai dari bapak Adam as, kedua putranya Habil dan Qabil, serta kisah pengorbanan para Nabi.
Sebagai kisah teladan, kita dituntut dapat terus mengenangnya, dan menjadikannya pelajaran hidup. Inilah kiranya kenapa Allah memerintahkan nabi Muhammad untuk menceritakan kisah dua putra nabi Adam. Seperti firman Allah:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَىْ ءَادَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ اْلأَخَرِ قَالَ لأَقْتُلَنَّكَ* قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
"Ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka kisah dua putra Adam (Habil dan Qabil) dengan sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan Korban, maka diterima (kurban) salah satu dari keduanya (yakni Habil), dan ditolak dari lainnya (yakni Qabil). Ia (Qabil) berkata: 'Aku pasti akan membunuhmu!' (Habil) berkata: Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa". (Al-Ma'idah: 27)

Serupa dengan kisah pengorbanan di atas, Al-Qur'an juga mengisahkan pengorbanan dua hamba-Nya yang sangat fenomenal, hingga dijadikan sebagai satu dari sekian rukun keberislaman umat Islam, yakni kisah nabiyullah Ibrahim, dan putranya Isma'il 'alaihimassalam. Allah berfirman:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى* قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَاتُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَآءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya: "Maka tatkala anak itu sampai (pada usia cakap) berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Hai anakku sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelehmu. Maka fikirkanlah, apa pendapatmu?'. Isma'il menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Hadirin Jama'ah sekalian yang berbahagia...
Dari dua kisah ini kita bisa menyimpulkan bahwa hakekat pengorbanan adalah keikhlasan mempersembahkan kebanggaan dari keinginan atau cita-cita kita dalam hidup. Kita tahu, dua putra nabi Adam berprofesi beda. Habil sebagai pengembala, sedangkan Qabil adalah seorang petani. Dari dua profesi mereka, Allah memerintahkan untuk mempersembahkan hasil usaha mereka. Dan karena keimanan dan ketaqwaannya, Habil lantas mempersembahkan hasil terbaiknya berupa ternak. Sedangkan Qabil, persembahannya kepada Allah hanya alakadarnya saja. Tidak setulus hati ia memenuhi perintah Allah.

Serupa dengan kesungguhan Habil, nabi Ibrahim pun telah membuktikan kecintaannya kepada Allah melebihi kecintaannya pada segalanya, termasuk kecintaannya kepada anak semata wayangnya yang dikaruniai Allah pada masa senjanya. Bisa kita bayangkan pengorbanan sosok ayah yang selama ini mendambakan seorangg anak, lantas siap mempersembahkan si anak untuk Tuhannya. Masya Allah, la haula wala quwwata illa billahil 'aliyyil 'adzim... 

Maka bukan lah satu hal yang berlebihan jika kisah ini diabadikan dalam Al-Qur'an, sebagai refleksi serta barometer: adakah kesiapan bagi kita untuk menjadikan cinta kepada Allah SWT, di atas kecintaan kita kepada segalanya?! Mampukah kita melakoni peran dalam sejarah kehidupan kita masing-masing bahwa tujuan akhir setiap usaha kita bermuara pada pembuktian keimanan serta ketaqwaan kita yang tulus kepada Allah?!
Pertanyaan-pertanyaan serupa kiranya perlu selalu kita pertegas dalam setiap langkah kita, kapan, dimana, dan untuk apapun. Masuk kelompok Habil kah kita?! Atau masih sebatas Qabil yang kecintaannya kepada Allah sekedar formalitas belaka?! Dengan penampilan dan suara lantang kita sebut diri sebagai muslim, mukmin dan muttaqin. Namun godaan-godaan kecintaan dunia acapkali membelenggu diri, hingga mengaburkan makna ketulusan iman dan taqwa kita.

Ingatlah, tanpa ketulusan iman, manusia acapkali tergoda hingga membenarkan upaya penyimpangan dari amanah yang dibebaninya. Penguasa, akan mudah memonopoli kekuasaan; pejabat, mudah sekali berbuat curang atas kekuasaannya; seorang hakim, sangat mungkin sekali menggadaikan kehormatan jabatannya untuk kepentingan sesaatnya. Maka, hanya dengan ketulusan iman, kita bisa menjalankan amanah dengan sebenar-benarnya.

Hadirin kaum muslimin dan muslimat sekalian...
Marilah, di tempat dan kesempatan yang penuh barokah ini kita bersama-sama bermunajat kepada Allah, agar tergolong hamba-hamba yang bisa menghambakan diri dengan setulus hati, menjadikan kecintaan kepada Allah sebagai dasar atas kecintaan kepada segalanya. Semoga kita mampu menjadi orang tua seperti yang dicontohkan Ibrahim, dan siap menjadi anak seperti ditauladani Isma'il. Amin wastajib lana ya mujibassailin...
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
  بسم الله الرحمن الرحيم: (إنا أعطيناك الكوثر * فصل لربك وانحر* إن شانئك هو الأتبر)
تَقَبّلَ اللهُ ‏منّا صالحَ الطّاعاتِ، وَجَمَعَنَا وإياكُمُ العامَ القَادِمَ على ‏عَرَفَات، وَرَزَقَنَا زِيارَةَ قَبْرِ حَبيبِهِ مُحمّدٍ صلّى اللهُ عليهِ ‏وَسلّمَ، وَثَبّتَنَا على كامِلِ الإيمانِ؛
أقولُ قولي هذا، وأسْتَغْفِرُ ‏اللهَ العظيمَ لي ولَكُمْ، فَياَ فَوْزَ المُسْتَغْفِرِينَ، استغْفِرُوا اللهَ