Idealnya, setiap ilmu mengandung manfaat bagi kehidupan manusia. Demikian juga halnya dengan linguistik. Ilmu ini, setidaknya bisa memberikan manfaat langsung bagi mereka yang berkecimpung dalam hal kebehasaan, baik linguis itu sendiri, guru bahasa, penerjemah, penyusun buku, jurnalis, penyusun kamus, atau bahkan politikus, juga diplomat.
Bagi linguis, pengetahuan yang luas dan mendalam tentang linguistik tentu bisa sangat membantu dalam menjalankan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra linguistik akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik, karena bahasa yang menjadi objek bahasan linguistik itu merupakan wadah pelahiran karya sastra. Pemahaman karya sastra dengan baik tidak akan mungkin tanpa dilandasi pengetahuan seputar hakekat dan struktur bahasa dengan baik pula. Apalagi jika mengingat bahwa karya sastra menggunakan ragam bahasa khusus yang berbeda dengan ragam bahasa umum.
Demikian juga kiranya fungsi linguistik bagi guru, terutama guru bahasa. Pengetahuan linguistik sangat penting, baik dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaaan. Bagaimana mungkin seorang guru bahasa dapat melatih keterampilan berbahasa jika dia tidak menguasai fonologi; dapatkan dia melatih keterampilan menulis jika tidak menguasai ejaan, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi. Selain itu, sebagai guru bahasa, dia bukan hanya melatih keterampilan berbahasa, tapi juga harus menerangkan kaidah-kaidah bahasa yang diajarinya dengan benar.
Beberapa waktu lalu, penulis telah rampung menulis makalah yang berkaitan dengan analisis kesalahan berbahasa Arab di kalangan pelajar Indonesia. Dari analisis yang terbilang sangat sederhana itu, penulis menyimpulkan memang ada karakteristik atau kekhususan antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Sebagai langua ada perbedaan mendasar antara bahasa Indonesia dengan bahasa Arab. Karenanya, pengajaran bahasa Arab di kalangan pelajar Indonesia seyogyanya memperhatikan perbedaan-perbedaan tersebut. Tanpa itu, hampir mustahil pengajaran bahasa Arab berhasil seperti yang diharapkan. Atau setidaknya, pengajar hanya bisa meng-Indonesiakan bahasa Arab saja, tidak lebih.
Sebagaimana diketahui, sasaran kajian linguistik terarah pada subdisiplin kebahasaan, baik fonologi, morfologi, sintaksis, simantik, leksikologi, juga diskursus atau wacana. Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya. Hal-hal yang dibahas dalam fonologi antara lain: 1) bunyi suara, 2) fonetik dan fonemik, 3) alat ucap, 4) pita suara, 5) vokal, 6) konsonan, 7) perubahan fonem, dan 8) intonasi. Dari bahasan-bahasan tersebut, telaah fonologi fokus pada bunyi bahasa yang harus diperhatikan oleh penutur suatu bahasa.
Selain fonologi, sub-bidang kajian linguistik adalah morfologi, yakni ilmu yang membicarakan seputar kata dan pembentukannya. Pengertian tentang bentuk belum terbilang jelas tanpa mengetahui lebih lanjut tentang wujud kata dan apa yang menjadi ciri-cirinya. Semua arus-ujaran yang terdengar adalah rangkaian kesatuan. Bila kita berusaha memotong-motong suatu arus-ujaran yang sederhana seperti: “p e k e r j a a n m e r e k a m e m u a s k a n”, maka potongan-potongan (segmen) yang didapat adalah kesatuan yang langsung membentuk kalimat itu: pekerjaan, mereka dan memuaskan. Unsur mereka di satu pihak tidak dapat dipecahkan lagi, sedangkan unsur pekerjaan dan memuaskan masih dapat dipecahkan lagi mejdai: kerja dan pe-an, serta puas dan me-kan. Pemaparan di atas adalahh contoh kajian morfologi.
Selanjutnya adalah sintaksis. Jika morfologi membicarakan struktur internal kata, maka sinteksis adalah subkajian linguistik yang membahas seputar kata dalam hubungannya dengan kata lain. Dalam bahasan ini, pengajar bahasa menitik-beratkan pembehasan pada gramatikal kata dalam bahasa yang diajarkannya.
Subkajian linguistik lainnya adalah simantik, yakni bagian dari tatabahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu; mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata. Dalam semantik hanya dibicarakan tentang makna kata dan perkembangannya, yang mencakup: macam-macam arti, hononim dan sinonim, perubahan makna, dan nilai rasa.
Ada lagi bahasan dalam linguistik lainnya, yakni diskursus atau wacana, yaitu perspektif yang membedakan dalam pemahaman maksud penutur antara bahasa ibu dan bahasa asing yang dipelajari. Dalam perkembangannya, telaah pada bidang ini sangat membantu dalam memahami makna tersirat dari susunan kata yang tersurat. Tanpa pengetahuan subkajian ini, seseorang akan sangat sulit memahami maksud dari arti sebuah bahasa asing secara leterleg.
Lalu yang terakhir adalah leksikologi. Secara bahasa, leksikologi berasal dari kata lexicon yang berarti kamus, mu’jam atau istilah dari sebuah ilmu . Subkajian ini mempelajari seluk beluk makna/ arti kosakata yang telah termuat atau akan dimuat di dalam kamus. Selain pengertian tersebut, para pakar bahasa Arab juga memberi istilah lain untuk subkajian ini. Ada Ilm al-Amufradat, al-Laffadz, Ilm Dalalah Mu’jam dan lain sebagainya.
Toh demikian, tetap saja kiranya bagi seorang guru bahasa asing harus mempertimbangkan sisi perbedaan antara satu bahasa dengan lainnya. Pada sisi inilah pembelajaran bahasa asing akan terkesan sulit. Kaitannya dengan telaah kita, seorang guru bahasa Arab semestinya bisa memilah perbedaan anatara bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu dan bahasa Arab sebagai bahasa asing. Sebagaimana diketahui, perbedaan utama kedua bahasa tersebut adalah perbedaan ras bangsa dan rumpun. Bahasa Arab berasal dari rumpun bahasa Semith (Assamiyah), sedangkan bahasa Indonesia dari rumpun bahasa Austronesia.
Sebagai pengkaji bahasa Arab dan pendidikannya di Indonesia, sejujurnya penulis merasa prihatin atas merosotnya perkembangan bahasa yang identik dengan umat Islam ini. Selain karena faktor keagamaan, sebagai bahasa yang terus berkembang, perbendaharaan bahasa Indonesia sangat terbantukan dengan bahasa Arab. Hal ini terbukti dengan banyaknya kosakata Arab yang masuk menjadi kosakata resmi bahasa Indonesia.
Banyak penyebab keprihatinan penulis seputar perkembangan bahasa Arab. Selain faktor eksteren: sosial, politik dan ekonomi, faktor interen pengembangan bahasa Arab –dalam hal ini kridibilitas pengajar dan proses pembelajarannya– juga turut memperparah keadaan. Realita di lapangan, sebagian besar pengajar bahasa Arab di Indonesia adalah mereka yang senyatanya tidak memiliki kapasitas ke arah sana. Yang penting jebolan pesantren, bisa mengaji dan kentara beraura “alim”, sosok seperti ini sudah dianggap mampu mengempu materi bahasa Arab. Asumsi seperti inilah yang menggejala di masyarakat pada umumnya.
Fenomena ini tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Paralelisasi antara bahasa Arab dan Islam yang menggejala di Indonesia, dan mungkin di banyak negara berpenduduk Islam lainnya, bisa kita asumsikan sebagai penyebabnya. Pada titik inilah, tugas pengajar bahasa Arab sebagai bahasa asing semakin terasa berat dan penuh tantangan.
Untuk itu, sembari terus menyadari realita pembelajaran bahsa Arab di Indonesia saat ini, upaya untuk terus mengembangkan potensi diri guru dan pengetahuan seputar kebahasaan –termasuk di dalamnya mendalami linguitik bahasa Arab– menjadi keniscayaan yang tidak bisa ditawar lagi dalam rangka mengembangkan pembelajaran bahasa Arab di kalangan pelajar Indonesia.
Tanpa itu semua, harapan meningkatkan pembelajaran bahasa Arab tidak lebih sekedar “isapan jempol” yang hanya memamerkan simbolisasi Islam untuk pencitraan agar semakin diakui eksistensi dan peranannya dalam kancah internasional. Akhirnya, harapan semakin meningkatkan kompetensi pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing di kalangan pelajar Indonesia menjadi hal yang realistis melalui pendalaman linguistik. Wallahu a’lam...
Daftar Pustaka
1. Abdul Chaer, Linguistik Umum, hal.25, cet.III, PT. Asdi Mahasatya, Jakarta, 2007
2. http://zoelfansyah.blogspot.com/2011/01/kajian-analisis-kesalahan-berbahasa.html
3. http://tata-bahasa.110mb.com/Fonologi.htm
4. Research and Studies Center, The Dictionary English-Arabic, hal.446, Dar al-Kutb al-Ilmiyah, Libanon, 2004
5. H.R. Taufiqurrahman, Leksikologi bahasa Arab, hal.2, cet.I, UIN Malang Press, 2008
6. Abdul Fattah, Musykilã al-lughah wa al-Takhãtub fi daw’ ;Ilm al-Lughah al-Nafsi, hal.83, Cet.I, Dar al-Quba, Kairo, 2002
Dosen Pembimbing
Prof. Effendi Kadarisman, P.hD
Program Doktor
Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
2010
Bagi linguis, pengetahuan yang luas dan mendalam tentang linguistik tentu bisa sangat membantu dalam menjalankan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra linguistik akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik, karena bahasa yang menjadi objek bahasan linguistik itu merupakan wadah pelahiran karya sastra. Pemahaman karya sastra dengan baik tidak akan mungkin tanpa dilandasi pengetahuan seputar hakekat dan struktur bahasa dengan baik pula. Apalagi jika mengingat bahwa karya sastra menggunakan ragam bahasa khusus yang berbeda dengan ragam bahasa umum.
Demikian juga kiranya fungsi linguistik bagi guru, terutama guru bahasa. Pengetahuan linguistik sangat penting, baik dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaaan. Bagaimana mungkin seorang guru bahasa dapat melatih keterampilan berbahasa jika dia tidak menguasai fonologi; dapatkan dia melatih keterampilan menulis jika tidak menguasai ejaan, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikologi. Selain itu, sebagai guru bahasa, dia bukan hanya melatih keterampilan berbahasa, tapi juga harus menerangkan kaidah-kaidah bahasa yang diajarinya dengan benar.
Beberapa waktu lalu, penulis telah rampung menulis makalah yang berkaitan dengan analisis kesalahan berbahasa Arab di kalangan pelajar Indonesia. Dari analisis yang terbilang sangat sederhana itu, penulis menyimpulkan memang ada karakteristik atau kekhususan antara satu bahasa dengan bahasa lainnya. Sebagai langua ada perbedaan mendasar antara bahasa Indonesia dengan bahasa Arab. Karenanya, pengajaran bahasa Arab di kalangan pelajar Indonesia seyogyanya memperhatikan perbedaan-perbedaan tersebut. Tanpa itu, hampir mustahil pengajaran bahasa Arab berhasil seperti yang diharapkan. Atau setidaknya, pengajar hanya bisa meng-Indonesiakan bahasa Arab saja, tidak lebih.
Sebagaimana diketahui, sasaran kajian linguistik terarah pada subdisiplin kebahasaan, baik fonologi, morfologi, sintaksis, simantik, leksikologi, juga diskursus atau wacana. Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya. Hal-hal yang dibahas dalam fonologi antara lain: 1) bunyi suara, 2) fonetik dan fonemik, 3) alat ucap, 4) pita suara, 5) vokal, 6) konsonan, 7) perubahan fonem, dan 8) intonasi. Dari bahasan-bahasan tersebut, telaah fonologi fokus pada bunyi bahasa yang harus diperhatikan oleh penutur suatu bahasa.
Selain fonologi, sub-bidang kajian linguistik adalah morfologi, yakni ilmu yang membicarakan seputar kata dan pembentukannya. Pengertian tentang bentuk belum terbilang jelas tanpa mengetahui lebih lanjut tentang wujud kata dan apa yang menjadi ciri-cirinya. Semua arus-ujaran yang terdengar adalah rangkaian kesatuan. Bila kita berusaha memotong-motong suatu arus-ujaran yang sederhana seperti: “p e k e r j a a n m e r e k a m e m u a s k a n”, maka potongan-potongan (segmen) yang didapat adalah kesatuan yang langsung membentuk kalimat itu: pekerjaan, mereka dan memuaskan. Unsur mereka di satu pihak tidak dapat dipecahkan lagi, sedangkan unsur pekerjaan dan memuaskan masih dapat dipecahkan lagi mejdai: kerja dan pe-an, serta puas dan me-kan. Pemaparan di atas adalahh contoh kajian morfologi.
Selanjutnya adalah sintaksis. Jika morfologi membicarakan struktur internal kata, maka sinteksis adalah subkajian linguistik yang membahas seputar kata dalam hubungannya dengan kata lain. Dalam bahasan ini, pengajar bahasa menitik-beratkan pembehasan pada gramatikal kata dalam bahasa yang diajarkannya.
Subkajian linguistik lainnya adalah simantik, yakni bagian dari tatabahasa yang meneliti makna dalam bahasa tertentu; mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata. Dalam semantik hanya dibicarakan tentang makna kata dan perkembangannya, yang mencakup: macam-macam arti, hononim dan sinonim, perubahan makna, dan nilai rasa.
Ada lagi bahasan dalam linguistik lainnya, yakni diskursus atau wacana, yaitu perspektif yang membedakan dalam pemahaman maksud penutur antara bahasa ibu dan bahasa asing yang dipelajari. Dalam perkembangannya, telaah pada bidang ini sangat membantu dalam memahami makna tersirat dari susunan kata yang tersurat. Tanpa pengetahuan subkajian ini, seseorang akan sangat sulit memahami maksud dari arti sebuah bahasa asing secara leterleg.
Lalu yang terakhir adalah leksikologi. Secara bahasa, leksikologi berasal dari kata lexicon yang berarti kamus, mu’jam atau istilah dari sebuah ilmu . Subkajian ini mempelajari seluk beluk makna/ arti kosakata yang telah termuat atau akan dimuat di dalam kamus. Selain pengertian tersebut, para pakar bahasa Arab juga memberi istilah lain untuk subkajian ini. Ada Ilm al-Amufradat, al-Laffadz, Ilm Dalalah Mu’jam dan lain sebagainya.
***
Dalam perspektif psikolinguistik, pemahaman seseorang terhadap suatu bahasa harus melalui empat tingkatan: fonologis (al-mustawa al-shawti), leksikologis (al-mustawa al-mu’jami), struktural (almustawa al-tarkibi), dan diskursus /wacana (al-mustawa al-khitabbi). Keempat tingkatan tersebt tidak jarang dihadapkan pada perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa (ibu dan asing), meskipun kedua bahasa itu juga memiliki kesamaan. Berangkat dari kesamaan sistem bahasa itulah pembelajaran bahasa asing diasumsikan jadi lebih mudah difahami.Toh demikian, tetap saja kiranya bagi seorang guru bahasa asing harus mempertimbangkan sisi perbedaan antara satu bahasa dengan lainnya. Pada sisi inilah pembelajaran bahasa asing akan terkesan sulit. Kaitannya dengan telaah kita, seorang guru bahasa Arab semestinya bisa memilah perbedaan anatara bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu dan bahasa Arab sebagai bahasa asing. Sebagaimana diketahui, perbedaan utama kedua bahasa tersebut adalah perbedaan ras bangsa dan rumpun. Bahasa Arab berasal dari rumpun bahasa Semith (Assamiyah), sedangkan bahasa Indonesia dari rumpun bahasa Austronesia.
Sebagai pengkaji bahasa Arab dan pendidikannya di Indonesia, sejujurnya penulis merasa prihatin atas merosotnya perkembangan bahasa yang identik dengan umat Islam ini. Selain karena faktor keagamaan, sebagai bahasa yang terus berkembang, perbendaharaan bahasa Indonesia sangat terbantukan dengan bahasa Arab. Hal ini terbukti dengan banyaknya kosakata Arab yang masuk menjadi kosakata resmi bahasa Indonesia.
Banyak penyebab keprihatinan penulis seputar perkembangan bahasa Arab. Selain faktor eksteren: sosial, politik dan ekonomi, faktor interen pengembangan bahasa Arab –dalam hal ini kridibilitas pengajar dan proses pembelajarannya– juga turut memperparah keadaan. Realita di lapangan, sebagian besar pengajar bahasa Arab di Indonesia adalah mereka yang senyatanya tidak memiliki kapasitas ke arah sana. Yang penting jebolan pesantren, bisa mengaji dan kentara beraura “alim”, sosok seperti ini sudah dianggap mampu mengempu materi bahasa Arab. Asumsi seperti inilah yang menggejala di masyarakat pada umumnya.
Fenomena ini tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Paralelisasi antara bahasa Arab dan Islam yang menggejala di Indonesia, dan mungkin di banyak negara berpenduduk Islam lainnya, bisa kita asumsikan sebagai penyebabnya. Pada titik inilah, tugas pengajar bahasa Arab sebagai bahasa asing semakin terasa berat dan penuh tantangan.
Untuk itu, sembari terus menyadari realita pembelajaran bahsa Arab di Indonesia saat ini, upaya untuk terus mengembangkan potensi diri guru dan pengetahuan seputar kebahasaan –termasuk di dalamnya mendalami linguitik bahasa Arab– menjadi keniscayaan yang tidak bisa ditawar lagi dalam rangka mengembangkan pembelajaran bahasa Arab di kalangan pelajar Indonesia.
Tanpa itu semua, harapan meningkatkan pembelajaran bahasa Arab tidak lebih sekedar “isapan jempol” yang hanya memamerkan simbolisasi Islam untuk pencitraan agar semakin diakui eksistensi dan peranannya dalam kancah internasional. Akhirnya, harapan semakin meningkatkan kompetensi pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing di kalangan pelajar Indonesia menjadi hal yang realistis melalui pendalaman linguistik. Wallahu a’lam...
Daftar Pustaka
1. Abdul Chaer, Linguistik Umum, hal.25, cet.III, PT. Asdi Mahasatya, Jakarta, 2007
2. http://zoelfansyah.blogspot.com/2011/01/kajian-analisis-kesalahan-berbahasa.html
3. http://tata-bahasa.110mb.com/Fonologi.htm
4. Research and Studies Center, The Dictionary English-Arabic, hal.446, Dar al-Kutb al-Ilmiyah, Libanon, 2004
5. H.R. Taufiqurrahman, Leksikologi bahasa Arab, hal.2, cet.I, UIN Malang Press, 2008
6. Abdul Fattah, Musykilã al-lughah wa al-Takhãtub fi daw’ ;Ilm al-Lughah al-Nafsi, hal.83, Cet.I, Dar al-Quba, Kairo, 2002
Dosen Pembimbing
Prof. Effendi Kadarisman, P.hD
Program Doktor
Pendidikan Bahasa Arab
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
2010