2.2.09

Dua Aliran Pendidikan

RASULULLAH VS KAHLIL GIBRAN
Oleh: Zulfan Syahansyah

Dalam sebuah hadits yang cukup dikenal di dunia pendidikan Islam, Rasulullah menegaskan besarnya peranan orang tua (ortu) terhadap kehidupan anaknya. Sesuai keinginannya, ortu bisa “mencetak” sang anak; menjadi apa saja. Bukan hanya tabiat dan kecendrungan sang anak yang bisa diupayakan ortu, bahkan aqidahnya pun tak luput dari kecondongan kemana hendak digiring. Satu contoh kecil, saat ini kita termasuk umat Islam. Pernahkah terbersit dalam benak: Ini adalah peran besar atau “garapan” orangtua yang telah membesarkan kita? Adakah yang membayangkan: Andaikan orang tuaku non-muslim, masak iya, saya menjadi muslim seperti saat ini?”.
Ada sebagian yang berpendapat, tidak semuanya begitu! Seorang Musa, pembela Bani Israil, dididik dan dibesarkan Fir’aun, tapi bisa menjadi seorang Nabi bahkan Rasul! Putra Nabi Nuh, termasuk golongan yang tidak beriman kepada risalah sang ayah! Dan banyak lagi contoh-contoh lainnya dalam sejarah manusia prihal kontradiksi antar orang tua dengan anaknya. Untuk kasus-kasus tersebut, dijawab juga: “Itu hanya pengecualian. Tapi hakekatnya, betul seperti apa yang telah ditegaskan oleh Baginda kita Nabi Muhammad SAW”
Dus, sebagai penguat, berikut penulis sertakan hadits dimaksud:

كل مولود يولد على الفطرة، فأبواه يهوّدانه أو ينصرانه أو يمجسانه
Setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah. Maka orang tuanyalah (yang berperan) menjadikan anak itu sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sampai disini bisa disimpulkan, orang tua memiliki andil besar, bahkan cenderung menentukan kehidupan anaknya kelak. Setujukah Anda? Atau sebaliknya, underestimate –untuk tidak menyatakan menentang– hadits tersebut. Jika Anda condong pada pendapat kedua, maka Anda sefaham dengan apa yang telah diungkapkan oleh Kahlil Gibran, seperti dalam puisinya:

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang
Rindu akan dirinya sendiri
Mereka dilahirkan melalui engkau
Tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu
Tapi mereka bukan milikmu
Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu
Tapi bukan fikiranmu
Karena mereka memiliki fikiran sendiri
Engkau bisa merumahkan fikiran mereka,
tapi bukan jiwa mereka
Karena jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok
Yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam
mimpi
Engkau bisa jadi seperti mereka
tapi jangan coba menjadikan mereka sepertimu
karena hidup tidak berjalan mundur dan
tidak pula berada di masa lalu.

Amma ba’du; menanggapi realita di atas, dan mengaca pada kehidupan yang saat ini kita jalani, penulis cendrung pada kesimpulan, ada dua aliran “mencetak” (maaf kata yang terkutib penulis maksudkan untuk istilah yang tak penulis mafhum) yang sama-sama beralasan. Kedua-duanya ada benar, dan tentu ada tak benarnya juga.

Untuk para pembaca, bagaimana kecendrungan Anda pada dua model aliran pendidikan seperti di Atas. Di mana kecondongan saudar ?