Pemulung jalanan tak ubahnya bagaikan seorang peneliti. Anda yang sedang sibuk meneliti akan tahu persamaannya. Keduanya sama-sama menganggap sesuatu menjadi sangat berarti, meski kebanyakan orang melihatnya biasa-biasa saja. Ya, satu hal yang dibutuhkannya menjadi sangat bernilai. Anda bisa lihat, bagaimana pemulung menganggap serakan kardus atau sampah pelastik sangat berharga. Meski orang lain melihatnya tak lebih sebagai sampah. Kebanyakan orang akan membersihkan lingkungannya dari apa yang mereka anggap sampah. Sebaliknya, pemulung rela berkeliling ke tempat-tempat yang jauh untuk mengumpulkan apa yang dianggapnya bernilai, tidak perduli meski kata orang itu sampah.
Ya, begitu juga halnya dengan seorang peneliti. Segala sesuatu yang dianggapnya masuk dalam lingkup penelitiannya, pasti akan diburu semaksimal mungkin. Seorang peneliti yang profesional siap melakukan sesuatu yang bahkan dianggap kebanyakan orang sebagai satu hal konyol, atau ganjil. Satu hal yang ganjil bagi orang, bagi peneliti bisa jadi satu tantangan yang menyenangkan. Orang yang sedang meneliti satu fenomena kehidupan sosial, umpamanya, jika dibutuhkan paparan data seputar kehidupan prostitusi di masyarakat, ia pun akan melakukan blusukan ke banyak lokalisasi untuk pengumpulan data-data yang dibutuhkannya. Ia tidak akan ambil pusing anggapan miring sebagian orang. Itu dilakukannya demi satu profesionalisme.
Kaitannya dengan profesionalisme, anda yang berteman facebook dengan A.S. Laksana akan melihat kegilaannya mengajak kita untuk terus berlatih menjadi penulis. Bagi penulis yang gemar “membabat” pejabat pemerintah dengan catatannya ini, dunia tulis menulis tak ubahnya tumpukan sampah bagi pemulung jalanan. Hal itu menjadi satu garapan yang tidak perlu menunggu perintah untuk dikerjakan. Laksana tidak mau ambil pusing apakah kita mengikuti anjurannya untuk terus menulis dan menulis, meski tulisan yang jelek sekalipun. Profesionalismenya sebagai penulis mengharuskan hal itu. Saya yakin, bukan dukungan ribuan pengikut yang menggemari status di facebook yang menjadi tujuannya. Mungkin dia juga tidk menjadikan honor tulisan di banyak media sebagai prioritas. A.S. Laksana, menurut penilaian saya, hanya gila menulis. Menulis adalah kehidupannya saat ini. Dia gila menulis. Jika dari menulis dia mendapat honor, itu hal lain.
Kembali tentang penelitian, saat ini sebenarnya saya sendiri sedang gila meneliti. Kajian yang menjadi garapan saya adalah seputar Pembelajaran Bahasa Arab, kaitannya dengan upaya lebih meningkatkan pemahaman Al-Qur’an. Lebih khusus lagi, saya sedang gila-gilanya menela’ah masalah Ilmu Nahwu. Ee.., ternyata saya menemukan banyak keganjilan antara kaidah bahasa Arab dan terapannya dalam Al-Qur’an. Tidak perlu saya kemukakan disini contoh “keganjilan” itu. Dan untuk masalah terakhir ini, mohon jangan langsung menilai saya negatif. Jangan meragukan keimanan saya pada kitab Al-Qur’an. Justru karena keimanan, lah, saya bersikeras memilih tema penelitian ini.
Seperti keganjilan pemulung dan peneliti, juga kegilaan A.S. Laksana, saya pun sering kali mengalami hal serupa. Banyak kawan yang menganggap saya “ganjil” karena menganggap ganjil apa yang mereka anggap biasa-biasa saja. Entahlah, saya sendiri kehabisan cara bagaimana mengolah kata, menyusun kalimat seperti pada statemen terakhir itu: “saya dianggap ganjil karena menganggap hal biasa sebagai satu keganjilan”. Saya lantas tidak mengahruskan anda faham. Tidak faham juga tidak apa-apa. Catatan ini pun, mau anda baca atau tidak, tetap saja saya tulis.
Saya hanya ingin mengatakan bahwa saya sekarang sedang menggilai kaidah bahasa Arab. Ya, saya gila, segila pemulung yang sedang mencari sampah; segila peneliti lainnya yang terus memburu data penelitian; dan mungkin segila A.S. Laksana dengan dunia tulis menulisnya. Dengan logika ini, sebenarnya anda juga sedang gila, kan? Tapi hanya anda yang tahu kemana arah kegilaan anda.
Saya bukan A.S. Laksana yang hobi menganjurkan orang menulis apa saja, bahkan tuisan yang jelek sekali pun. Anda mungkin tidak hobi menulis, hingga anda enggan menuangkan kegilaan ada pada satu hal dalam satu catatan. Atau, mungkin anda sengaja merahasiakan hal tersebut. Artinya, sesuatu yang anda gilai merupakan satu perkara yang tidak etis, untuk diketahui khalayak ramai. Bisa jadi itu merupakan rahasia anda, atau memang karena hal itu , anda tahu, dilarang norma agama. Waba’du, akhirnya cuma anda dan Tuhan anda lah yang tahu pada satu hal yang menjadi kegilaan anda. KITA SEMUA GILA