21.8.11

Tuhan Tidak Pamrih

ANTARA DUA BISIKAN: ILAHI DAN SYAITAN

“Aku jauh, Engkau jauh; aku dekat, Engkau dekat…” Kalimat di samping adalah penggalan syair lagu religi ciptaan grup band terkenal Bimbo. Kira-kira tahun 80-an lagu ini booming, dan sampai saat ini pun masih biasa diputar di banyak stasiun Televisi di Indonesia, terutama pada nuansa religiusitas seperti di bulan Ramadan. Bisa jadi, selain enaknya lantunan lagu, syair-syairnya pun sangat menyentuh dan sarat pesan religius. Secara makna, lagu tersebut adalah komunikasi vertikal antara manusia kepada Tuhannya, Allah SWT.


Syair yang termaktub di atas adalah satu dari sekian contoh pesan religi dimaksud. Secara substansi, mungkin kata-kata tersebut bisa dikritik. Setidaknya ia bertentangan dengan sabda Rasul yang menerangkan bahwa Allah sangat dekat dengan manusia, bahkan lebih dekat dari urat nadinya. Baik manusia mendekat atau menjauh dari Allah, tetap saja posisi-Nya –kalau boleh saya katakana demikian– ya, di situ.

Selain bertentangan dengan isi hadis di atas, kalimat lagu dimaksud seolah menggambarkan bahwa Allah mengharapkan pamrih dari makhluknya: Ia akan dekat jika didekati, dan menjauh bila dijauhi. Bahkan ada dalam sebuah hadis Qudsi yang menyatakan: “Seandainya seluruh manusia, mulai zaman Adam sampai nanti hari Kiyamat, mereka semuanya beriman kepada-Ku, sedikit pun tak akan mempengaruhi kekuasaan-Ku; sebaliknya, jika mereka semuanya kufur, maka sedikitpun tak akan mengurangi kekuasaan-Ku”. Masya Allah. Allahu Akbar…

Intinya, memang Allah tidak seperti apa yang tersurat dalam kalimat lagu tersebut. Ada pesan tersirat dalam lantunan bait lagu Bimbo ini, yang bisa kita fahami dan menepis perselisihan makna antara maksud lagu dengan realita Tuhan sesuai hadis nabi tadi: tiadak ada pertentangan antara keduanya. Setidaknya itu yang bisa penulis hayati saat mencoba merenung sambil beri’tikaf di masjid.

Ternyata, tekad seorang hamba mendekatkan diri kepada Allah: berusaha sekuat mungkin melawan bisikan nafsu yang cenderung bertentangan dengan tekad mulia tadi, adalah langkah awal yang semakin menjelaskan upaya nyata meraih ridla Allah. Idealnya, seorang muslim sudah mempunyai kewajiban kepada Allah SWT, sejak waktu Subuh tiba. Peperangan sudah dimulai antara bisikan ilahi dan bisyikan syaitan. Kedua bisikan ini sama-sama bisa dirasa oleh manusia. Bisikan Ilahiyah terpancar melalui hati nurani, sedangkan bisikan syaitan mendengung di hawanafsu setiap manusia.

Jika manusia lengah sedikit saja: mendengarkan bisikan syaitan untuk tetap dalam kehangatan selimut, lantas menyepelekan adzan Subuh, saat itulah, meski tak disadar hakekatnya ia mulai menjauhkan diri dari Allah. Lantas, Allah pun akan juga menjauh: secara beruntun, semua urusan ketuhanan tidak menjadi skala prioritas. Shalat Subuh, kesiangan; ngaji Qur’an, jadi malas; shalat Duha, mau berangkat kerja; dan seterusnya, dan sebagainya.

Kenyataan ini juga terjadi dalam realita sehari-hari. Seorang pejabat akan sangat gampang menilip uang negara, karena rentetan maksiat-maksiat kecil yang disepelekannya sejak awal. Mula-mua si pejabat mengingkari nuraninya untuk tidak menganggarkan sesuatu yang tidak penting; bukan satu kebutuhan primer: masih banyak hal yang lebih penting dari apa yang dianggarkannya, namun tetap saja dilakukan. Akibatnya, rasa tanggung jawab menjaga harta rakyat jadi menipis, maka terjadilah korupsi. Begitu seterusnya.

Contoh lain, seorang guru, dituntut mempersiapkan segalanya sebelum masuk ruang kelas. Mulai dari mempersiapkan materi, teori penyampaian, subject improfising, media pembelajaran dan lain sebagainya. Nah, jika sang guru “kalah” dengan syaitan di awal kewajibannya, maka rentetan kewajiban-kewajiban lainnya sebagai pendidik akan dengan mudah terabaikan. Maka jauhnya manusia dengan Allah, merupakan indikasi kekalahannya berperan melawan syaitan. Sebaliknya, indikasi kedekatannya kepada Allah adalah saat ia mampu mengalahkan syaitan pada setiap memulai aktifitasnya. Inilah hikmah yang mungkin bisa diterima dari lantunan kata-kata di atas. Wallahu a’lam bi alshawab.

ZNS