11.11.10

Satu Tamparan, Jawaban Tiga Pertanyaan

Ada seorang pemuda yang baru pulang ke kampung halamannya, setelah sekian lama menuntut ilmu agama di negeri Timur Tengah. Dengan tujuan menjajaki pengetahuan agama para ulama di kampungnya, kepada orang tuanya, pemuda itu meminta untuk didatangkan seorang ulama yang mampu menjawab tiga pertanyaannya. “Pak, usahakan ulama yang akan diundang adalah sosok ulama yang paling pintar di kampung ini” pinta si pemuda pada bapaknya.

Beberapa saat kemudian, sang bapak datang bersama seorang ulama kampung yang bahkan belum pernah mengenyam bangku kuliah. Agak sedikit ragu dengan kemampuan sang ulama yang datang, si pemudapun menyapanya seraya berkata: “Andakah ulama yang akan menjawab tiga pertanyaan saya?” Tanya si pemuda. “Ia benar. Bapakmu mengundang saya ke sini untuk menjawab beberapa pertanyaan. Mudah-mudahan dengan seizin Allah saya akan mampu menjawabnya.” Jawab sang ulama “Anda yakin bisa menjawab? Padahal, beberapa Profesor dan cendikiawan muslim saja belum mampu menjawab pertanyaan ini.” Tegas pemuda tadi. “Saya akan mencoba sebisanya” Balas ulama dengan sopan dan tawadu’.

Sang pemuda berkata: “Ada tiga pertanyaan yang sampai saat ini belum ketemu jawabannya; Pertama, jika memang Tuhan itu ada, bagaimana dan di mana wujudnya? Kedua, Apakah yang dimaksud dengan taqdir? Dan ketiga, Sebagaimana yang kita yakini bahwa syaitan tercipta dari dzat api, tapi kenapa hukumannya di akhirat kelak dimasukkan ke neraka yang juga terbuat dari api? Jika keduanya tercipta dari dzat yang sejenis, maka boleh jadi syaitan tidak akan merasakan panasnya api neraka! Pernahkah Tuhan berfikir sejauh ini?

“Taarrr” Tanpa di sadari oleh si pemuda, tiba-tiba sang ulama menamparnya dengan keras. Sembari menahan rasa sakit, si pemuda berkata “Kenapa anda marah wahai ulama?” Dengan santai, ulama itupun menjawab: “Saya tidak marah! Tamparan tadi adalah jawapan atas tiga pertanyaanmu sekaligus.

“Saya sungguh-sungguh tidak faham” tegas pemuda itu keheranan. Sang ulama melanjutkan pembicaraannya dengan bertanya: “Bagaimana rasanya tamparan tadi?”. “Tentu saja saya merasakan sakit” jawab pemuda. ”Ooo, Jadi kamu percaya bahawa rasa sakit itu ada?” tanya ulama lagi. Pemuda itupun mengangguk, tanda setuju. Si ulama kemudian melanjutkan pertanyaan, “Tunjukan pada saya wujud sakit yang kamu katakan!” “Jelas tidak ada, karena sakit hanya bisa dirasa saja” jawab pemuda. Sang ulama berkata lagi: “Itulah jawaban untuk pertanyaan pertama: kita semua merasakan adanya Tuhan, tapi tidak mampu melihat wujud-Nya.

Meneruskan pembicaraannya kepada pemuda tadi, ulama itu bertanya lagi: “Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?”. “Tidak” jawab pemuda itu. “Apakah pernah terfikir olehmu akan menerima sebuah tamparan hari ini?” “Tidak” jawabnya lagi. “Itulah yang dinamakan Takdir” Terang si ulama.

Selanjutnya, pemuda itupun ditanya lagi: “Tangan yang saya gunakan untuk menamparmu tadi, terbuat dari apa? “kulit”. Jawab pemuda. “Pipimu yang saya tampar tadi, terbuat dari apa? “Kulit“ Jawab pemuda itu lagi. “Bagaimana rasanya tamparan saya?”. “Sakit!” tegas si pemuda “Itu artinya, walaupun Syaitan tercipta dari api seperti halnya neraka, namun jika Tuhan berkehendak maka nerakapun akan terasa panas bagi syaitan” Terang sang ulama yang membuat si pemuda mengangguk-angguk kagum.

Tidak ada komentar: