2.1.11

HAKEKAT BERUSIA PANJANG

Ada sederet nama tokoh Islam yang mengusung berkah dalam belantara sejarah peradaban Islam, bahkan dunia secara umum. Mereka adalah para ulama yang usia jasadnya sangat pendek jika dibandingkan usia keharuman nama besar dan barokah amalnya semasa hidup.

Ada yang mengatakan, semua itu karena keberkahan prinsip kinerja mereka. Mereka bekerja dengan motivasi serta semangat membangun peradaban Islam yang begitu mempesona, bukan sekedar semangat menumpuk kebanggaan diri atau dunia belaka, demi menjaga prestise (harga diri), atau prestasi kerja yang semu dan tidak terencana. Mereka, para ulama, ilmuan yang namanya sampai saat ini masih terus dikenang, bekerja dan berupaya demi kemaslahatan ummat.

Sejenak, mari kita bernostalgia mengenang nama-nama para sosok muslim yang telah menulis lembaran-lembaran harum peradaban Islam dengan keringat, airmata bahkan darah mereka. Sebuah wacana sejarah yang ditulis bukan dengan tinta, angan atau perdebatan; tapi dengan hasil karya nyata. Mereka bekerja tanpa dirundung rasa jenuh; tak tenggelam oleh rasa ego; tak mudah diperdaya oleh nafsu; tak mudah dipicu oleh fitnah dan isu yang mencelakakan diri dan komunitas kerjanya.

Akal mereka, tangan mereka, perasaan dan obsesi mereka tetap melakukan aktivitas yang produktif. Dan mereka adalah profil yang proaktif. Yang tidak selamanya bergantung pada imbalan manusia atau menunggu waktu dan suasana hingga memaksa mereka untuk berbuat. Sebab mereka sangat yakin kausalitas atau sebab akibat menurut sunnatullah tidak bisa dihindari.
Lihatlah bagaimana Imam Fakhruddin ar-Razi (606 H) yang hanya berumur 33 tahun mampu menulis lebih dari 200 buku, di antaranya kitab tafsir ar-Razi sebanyak 20 jilid.

Lihat juga bagaimana Imam Ibnu Taymiyah (727 H) yang hanya berumur 67 tahun. Ibnu Katsir al-Katby mengisahkan bahwa jumlah karangan beliau mencapai 300 jilid. Ada juga yang mengatakan 500 jilid. Bahkan Ibnu Rajab mengatakan sebenarnya karangan beliuau tidak bisa dihitung dengan angka lagi.
Tidak asing juga dalam ingatan kita nama Imam Syafi’i, Imam Ghazali, Imam an-Nawai, Ibnu Abid Dunya dan masih banyak lagi tokoh-tokoh muslim yang tak mungkin diungkapkan semua pada saat ini. Intinya, mereka telah menunjukkan kepada dunia bahwa mereka telah berusaha maksimal dalam hidup ini, hingga terus pantas untuk dikenang.

Hal terpenting yang dapat kita petik dari pelajaran sejarah ini bukanlah angka riil hasil kerja mereka, meskipun itu penting. Atau skala produktivitas (jumlah jam kerja). Sebab, barang kali mayoritas kita tidak seprofesi dengan mereka atau kedudukan kita tidak setinggi mereka. Namun the experience is the best theacer (pengalaman adalah guru terbaik) tetap herus mendasari pola hidup kita. Kita sangat membutuhkan semangat hidup seperti mereka, yang tidak dibatasi oleh waktu, tempat dan materi. Semua itu tak lain agar kita tetap bisa berkompetisi di dalam hidup ini, seperti penegasan dalam al-Qur’an: لنبلوكم أيكم أحسن عملا
“Agar Allah menguji di antara mereka yang paling ahsan (paling professional) amalnya” (al-Kahfi: 5)
Pelajaran apa yang bisa kita ambil hikmahnya dari paparan di atas? Apa dan bagaimanakah berkah sebuah amal yang bisa bermanfaat bagi pelakunya?
Seperti apakah wujud berkah amal professional seperti yang sudah saya paparkan tadi?

Tentunya, sebagaimana amal kejahatan yang kita lakukan akan membawa dampak negative, baik sekarang atau nanti, demikian juga dengan amal kebajikan yang kita lakukan. Ia akan melahirkan dampak positif juga (yang dalam bahasa Islam disebut ‘berkah’.
Sebagian dari berkah kerja yang baik dan professional adalah:

1. Timbulnya ketenangan batin.
Sosok yang ahli dan professional akan senantiasa berhias diri dengan ketenangan. Bahkan kehadirannya pun membawa ketenangan. Sebab, ia bersandar pada profesi sendiri, bukan meminjam profesi orang lain.
Lihatlah sosok Ibnu Taimiyah yang berbicara dengan santai saat berada dalam penjara:
“Apa sebenarnya yang sedang dilakukan oleh musuhku kepadaku? Surgaku adalah jiwaku, dan kebunku ada dalam dadaku. Kemanapun aku pergi , ia selalu bersamaku. Al-Qur’an dan Sunnah Nabi selau bersamaku. Jika mereka membunuhku, matiku adalah syahid. Dan jika mereka mengasingkanku, pengasinganku adalah perjalanan wisata. Dan jika mereka memenjarakanku, penjaraku adalah khalwatku bersama Tuhanku”. Tidak ada kekhawatiran sedikitpun bagi mereka yang professional, yang memahami benar visi dan misi amalnya dalam hidup ini.

2. Adanya perasaan senantiasa cukup
Para pekerja professional tidak akan ada perasaan tamak terhadap harta yang ada di tangannya dan depan matanya. Dalam sebuah hadis disebutkan: “Sesungguhnya Allah berfirman: Wahai anak Adam, konsentrasilah dalam melakukan ibadah kepada-Ku, niscaya akan Aku penuhi jiwamu dengan kekayaan dan akan Aku hilangkan kemiskinanmu. Jika tidak, Aku akan penuhi dadamu dengan kegelisahan dan tidak aku tutupi kefakiranmu selamanya.” (shahih).
Di samping itu semua, orang yang bekerja secara profesinal, akan melahirkan solusi (jalan keluar) dari setiap masalah; serta, ia akan selalu merasa enteng dan senang dengan pekerjaannya. Ibnu Taimiyah juga berkata: “Jika engkau beramal dan tidak mampu merasakan nikmatnya amal, maka tuduhlah dirimu sendiri. Sebab Allah itu maha mensyukuri nikmat. Maksudnya, Ia pasti akan mengganjar siapa saja yang beramal di dunia ini. Orang tersebut akan merasa enak dengan amalnya, merasa puas dan enjoy dengan amalnya. Jika tidak demikian, maka amalnya pasti ada yang tidak beres.
فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يراه ومن يعمل مثقال ذرة شرا يراه

Tidak ada komentar: