14.8.10

PUASA RAMADAN DAN KECULASAN NIAT

Ohoo, jadi kita sergep beribadah"lebih" saat Ramadan, karena ada udang di balik batunya. Ada patokan pahala yang berlipat ganda. Sementara di bulan-bulan lainnya, yang penting sudah menjalankan kewajiban sebagai hamba, cukup lah. Gak perlu ibadah-ibadah "tambahan" seperti saat Ramadan.

Buka lagi, sahur lagi. Habis sahur, buka lagi. Empat hari sudah kita jalankan puasa Ramadan. Ya, suka-cita patut kita apresiasikan. Kalau tidak karena sabda Rasul tentang jaminan surga bagi muslim yang senang menyambut dan bahagia (sepanjang) kehadiran bulan penuh barokah ini, setidaknya karena karunia panjang umur: masih diberi kesempatan hidup saat Ramadan. Semuanya pasti suka diberi karunia umur panjang, bukan?!

Seperti biasanya, suasana Ramadan berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Malam harinya lebih bergairah: menjelang Isya', banyak muslim berduyun-duyun kemasjid berjama'ah sholat Isya' dan Tarawih; di pagi harinya juga ke masjid menunaikan sholat Subuh bersama. Ghirah (semangat) umat Islam secara umum meningkat, terutama dalam pelaksanaan ibadah mahdlah.

Sementara di siang harinya, suasana nampak loyo: rutinitas saat puasa agak kendor, efektifitas jam kerja melamban. Logisnya, hasil kerja saat puasa dipastikan menurun. Bayangkan! Kerja dalam rentang waktu yang panjang dan perut isi saja produktivitas kita masih rendah. Apalagi kerja dalam rentang waktu yang lebih pendek, dengan perut lapar lagi, setidaknya itu yang saya rasa.

Memang ada yang membantah; bahwa puasa tidak serta merta mengurangi produktivitas kerja. Justru dalam keadaan puasa, pikiran lebih jernih, kerjapun lebih khusyuk, lebih konsentrasi. Waktu yang biasa dibuang untuk istirahat makan siang pun tiada. Soal perut lapar? Dua atau tiga hari lewat, tidak akan lagi terasa. Benarkah? Pastikan, lalu jawab sendiri. Bukankah masing-masing kita punya aktifitas sendiri-sendiri. Jadi ukur saja etos kerja kita antara sebelum dan saat puasa!

***

Tentang meningkatnya ibadah mahdah di bulan Ramadan, saya justru tak habis fikir: kok bisa-bisanya kita tak sadar bahwa kita malah 'sok tahu', dan pamrih abis..!?

Begini, diakui atau tidak, pada umumnya memang ada peningkatan ibadah secara siknifikan saat Ramadan. Jika ditanya kenapa, pasti jawabannya karena kebarokahan dan berlipat gandanya ganjaran bagi pelaku amal shaleh. Hampir tak ada jawaban lain. Ujungnya, sampailah saya pada kesimpulan: oh, jadi kita sergep beribadah"lebih" saat Ramadan, karena ada udang di balik batunya. Ada patokan pahala yang berlipat ganda. Sementara di bulan-bulan lainnya, yang penting sudah menjalankan kewajiban sebagai hamba, cukup lah. Gak perlu ibadah-ibadah "tambahan" seperti saat Ramadan. Maaf, ini yang saya alami selama ini. Saya yakin, pembaca yang budiman tidak demikian.

Dalam sebuah Hadis Qudsi Allah berfirman: "semua amal ibadah manusia adalah untuk mereka sendiri, kecuali puasa. Ia milik-Ku, dan sayalah yang (tahau)memberikan ganjarannya." Sepintas, saya meyakini bahwa ganjaran ibadah puasa jauh lebih tinggi dari ibadah-ibadah lainnya. Karena akan langsung diganjar oleh Allah SWT, namun saya lantas sadar, emang selain Allah, siapa lagi yang akan mengganjar ibadah? Walaupun itu ibadah selain puasa: shalat kita, siapa yang akan memberikan ganjaran? Zakat kita; haji; dan ibadah-ibdah lainnya, jika bukan Allah, lalu siapa? Tak ada, kan..?! Lagi pula, hadis di atas hanya menegaskan: Allah lah yang mengganjar puasa. Tak ada ketegasan bahwa ganjaran puasa lebih besar atau sebaliknya: lebih kecil dibanding ibadah lainnya.

Bagi saya, penegasan firman Allah untuk mengganjar lansung ibadah puasa itu hanya kiasan bahwa bulan Ramadan tak lebih sebagai instrumen latihan semata. Media yang difasilitasi untuk bisa lebih baik –dalam segala aspek– di sebelas bulan lainnya.Jadi, sangat naif jika tujuan kita meningkatkan amal ibadah di bulan Ramadan hanya karena ganjarannya lebih gede, dan menyepelekan ibadah di sebelas bulan lainnya, karena ganjarannya minim. Kalau itu yang kita lakukan, maka tak ada bedanya kita dengan para spekulan, penimbun barang. Mau mengeluarkan barangnya jika harga sudah meninggi. Tidak kah ini sebuah keculasan??!

Tidak ada komentar: