25.9.08

Khutbah 'Idul Fitri 1429 H

Khutbah 'Idul Fitri 1429 H
Oleh: Zulfan Syahansyah
ESENSI KEMENANGAN BERPUASA
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ٣× الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا. لا إله إلا الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد.
الحمد لله الذي جعل الأعياد بالأفراح والسرور، وضاعف للمطيعين جزيل الأجور.
والحمد لله الذي أتم علينا نعمة الصيام والقيام، الحمد لله الذي أتم علينا نعمة الطاعة والإقبال عليه جل وعلا فى شهر رمضان. قال الله تعالى: "اليومَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيْتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيْناَ"
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له العفو الغفور.وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله الحبيب الشكور، وصلى الله عليه وسلّم وعلى آله وصحبه الذين يرجون تجارة لَنْ تَبُوْرَ.
أما بعد: فيا عباد الله، أوصيكم وإياي نفسي بتقوى الله، واصبروا وصابروا ورابطوا لعلكم تفلحون.

Hadirin wal hadirat, jama’ah solat id yang berbahagia….
Di pagi hari yang mulia, khidmat, dan penuh barakah ini, mari bersam-sama kita perbanyak rasa syukur ke hadirat Allah SWT, seraya terus meningkatkan kualitas ketaqwaan: bermuajahadah untuk selalu melaksanakan segala perintah-Nya, dan menjahui segala larangan-Nya. Pada momentum ini juga, kita agungkan asma Allah, dengan memperbanyak bertakbir, tahmid, tahlil dan tasbih, sebagi ungkapan rasa syukur dan suka cita; menenggelamkan diri dalam suasana kemenangan, setelah sebulan lamanya kita laksanakan ibadah puasa, sebagai manifestasi ketaqwaan kita. Mudah-mudahan kita termasuk hamba-hamba yang dikaruniai kefitrahan baik dahir serta batin. Amin ya rabbal alamin.

Hadirin, hadirat sekalian, rahimakumullah…
Bulan Ramadhan baru saja meninggalkan kita. Ia banyak menyisakan kenangan yang tak mudah untuk dilupakan. Ramadhan telah menjadi salah satu sarana latihan baik jasmaniyah, nafsaniyah, serta ruhaniyah, agar bisa kita menakar kesiapan menjalani kehidupan yang akan datang.
Dan ketahuilah, keniscayaan menjadi orang-orang yang bertaqwa adalah predikat bagi mereka yang lulus seleksi ”ujian” Ramadhan, karena memang tujuan akhirnya adalah ketaqwaan. Sebagaimana Allah tegaskan dalam al-Qur’an:
"يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون"
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”
Kaum muslimin dan muslimat yang berbahagia…
Sebelum kita ditinggalkan jauh oleh bulan Ramadhan, dan mumpung suasana kekhidmatan puasa masih bisa kita rasakan, ada baiknya jika pada kesempatan kali ini, kita telaah kembali apa sebenarnya esensi atau hakekat ibadah yang diwajibkan atas seluruh umat Islam di muka bumi ini? Yakni puasa Ramadhan! Puasa, yang di dalam idiom al-Qur’an disebut al-shiyâm, bersinonim arti dengan kata al-imsak: menahan diri. Maka, subsatnsi dari ajaran puasa adalah latihan menahan atau menguasai diri. Untuk memperjelas pembahasan esensi ajaran ”al-shiyâm”, mari kita kaji bersama tiga jenjang pembagian puasa.
Sebagaimana yang kita maklumi bersama, ibadah puasa Ramadhan itu terdiri dari tiga jenjang, yakni rahmah; magfirah; dan itqun minan naar. Serupa meski tak sama dengan pembagian tersebut, kalangan sufi membagi puasa Ramadhan ke dalam tiga jenjang: shiyâm jasmani, nafsani, dan ruhani (fisik, psikologi atau kejiwaan dan ruh).

Ayyuhal mustami’unal kiram....
Pada sepuluh hari pertama puasa, kita dituntut menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru menyangkut makan, minum dan lain-lain yang biasanya dibolehkan pada hari-hari selain Ramadhan. Jika kita mampu menahan segala hal yang bisa membatalkan puasa sejak waktu imsak hingga saat berbuka, berarti kita sudah berpuasa. Di sinilah shiyâm da¬lam arti menahan diri terwujud melalui tindakan-tindakan lahiriah, itu sebabnya, ia dinamai shiyâm jasmani. Puasa model seperti ini menjadi garapan para ulama fiqih: meliputi persoalan batal atau ti¬daknya ibadah puasa tersebut.
Pada jenjang selanjutnya, shiyâm nafsani (puasa Psikologi atau kejiwaan), yakni menahan diri dari segala hawa nafsu. Dalam kajian ilmu fiqih, mengikuti ha¬wa nafsu memang tidak memba¬tal¬¬kan puasa, misalnya marah-ma¬rah, menggunjing saat berbuasa. Tetapi kandungan nilai spiritualitas puasa, tak akan dapat diraih. Maka tak heran, dalam hal ini, Rasulullah mengingatkan kita dengan sabdanya SAW: “Barang siapa yang tidak bisa me¬ninggalkan perkataan kotor dan (tak bisa meninggalkan) perbuatan ko¬tor maka Allah tidak punya ke¬pentingan apa-apa meski orang itu me¬ninggalkan makan dan minum” (HR Bukhari). Senada dengan hadis Rasul, khalifah Umar bin Khattab juga menegaskan: “Betapa banyak orang puasa namun tidak men¬dapatkan dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”. Maka, untuk bisa tergolong sebagai pelaksana puasa Ramadhan, dengan jenjang kedua ini; maka, bersikap sabar, tawadu’, menjaga kepercayaan, adalah keniscayaan yang mesti ditonjolkan.

Kaum muslimin wal muslimat rahimakumullah
Selanjutnya, pada sepuluh hari ketiga, kita harus meningkat pada jenjang shiyâm ruhani. Dalam bagian ini, kita memasuki sesuatu yang susah sekali diterangkan, karena memang masalah ruh, dan tidak ada ilmunya. Kita mengetahuinya hanya dari berita atau yang dalam bahasa Arab disebut anba’, dan pembawanya adalah Nabi. Dari Nabilah kita mengeta¬hui apa yang bisa kita peroleh dari puasa jenjang ketiga ini, karena memang tidak bisa diterangkan, sehingga diungkapkan melalui simbol-simbol, kiasan-kiasan, termasuk masalah Lailatul Qadar yang turun di satu dari sepuluh malam babak akhir puasa.

Hadirin wal hadirat sekalian...
Baik, jasmani, nafsani, serta ruhani, di dalam ibadah puasa, kita dilatih untuk bisa menahan dan mengendalikan ketiga-tiganya, hingga menjadi satu kesatuan yang kita kenal dengan istilah ”menahan atau mengendalikan diri”. Pertanyaan selanjtnya adalah, kenapa upaya pengendalian diri menjadi esensi dari ibadah puasa kita?
Benar, bahwa dari segi inti ajarannya—yakni substansinya—ibadah puasa difungsikan sebagai latihan pengendalian diri agar selamat secara moral dan spiri¬tual. Karena, menahan atau mengendalikan diri, ternyata merupakan masalah mendasar, dan kuno dalam problematik kemanusiaan secara umum, bahkan pada zaman modern sekalipun.
Masalah keti¬dak¬mampuan menahan diri, seba¬gaimana diilustrasikan Al-Quran, juga menjadi titik awal terjadinya drama kosmis atau kejatuhan manusia dari surga ke bumi ini. Dalam idiom Al-Quran disebut drama al-hubût atau doctrine of fall. Nabi Adam dan Hawa, sebagai simbol nenek moyang manusia, menjadi contoh ketidakmampuan menahan dan mengendalikan diri dari godaan setan sehingga tergelincir ke dalam perbuatan yang dilarang oleh Allah Swt, dan akhirnya diturunkan ke bumi.

Hadirin sekalian.....
Realita hidup kemudian, bahwa sumber segala potensi yang mendorong manusia melakukan pelanggaran adalah godaan berupa kesenangan sesaat: makan, minum, dan seks, serta harga diri. Permasalahan tersebut kemudian disim¬bolisasikan dalam ajaran berpuasa sebagai hal-hal yang harus ditahan atau dinyatakan dapat membatal¬kan puasa, sebagaimana sudah menjadi konsensus para ulama fiqih.
Perlu juga untuk diketahui, bahwa pada kenyataannya hampir seluruh masalah kemanusiaan yang ada sekarang pun terjadi akibat ketidak¬mampuan manusia menahan diri dari godaan-godaan tersebut. Julukan ’penjaha’ diberikan kepada manusia yang tak mampu mengekang prilaku dan kecondongan jahat; atau ’koruptor’, disandangkan kepada pejabat yang tak kuasa menahan godaan materi, hingga menyalahgunakan kewenangan. Perampok, maling, pembunuh, pemerkosa adalah julukan-julukan bagi hamba Allah yang pada dasarnya tidak mampu menahan diri dari godaan-godaan yang akan menyesatkannya. Maka, dengan puasa Ramadhan, diharapkan kita mampu melatih diri, menahan dan mengedalikannya.

Saudara-saudara sekalian yang berbahagia....
Untuk mengetahui, apakah kita lulus dalam pendidikan Ramadhan kali ini? Maka, hanya diri kita yang pertama kali mengetahuinya. Bagaimana kemampuan kita menahan dan mengendalikan diri pada hari-hari setelah bulan Ramadhan ini. Sekali lagi, hanya kita yang mengetahuinya...
Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa kembali pada fitrahan manusia, dan terlatih mengendalikan diri setelah kepergian bulan Ramadhan tahun ini; tetap menempati kehormatan sebagai sebaik-baik makhluk dan tidak akan merosot menjadi makhluk yang paling rendah akibat tak kuasa menahan godaan yang selalu mengintai. Akhirnya, minal âidzîn wal fâizîn, selamat Hari Raya Idul Fitri tahun 1429 Hijriyah.


جعلنا الله وإياكم من العائدين والفائزين المقبولين، وبارك لنا فى القرآن العظيم. ونعفنا بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، إنه هو البر الرؤوف الرحيم،
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم: "قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى، وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى"
وقل رب اغفر وارحم وأنت خير الراحمين.


الخطبة الثانية لعيد الفطر
الله أكبر ×٧ الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لاإله إلا الله والله أكبر ولله الحمد.
اللهم لك الحمد كله ولك الشكر كله وإليك يرجع الأمر كله علا نِيتُهُ وسِرُّهُ، فأهلٌ أنت أن تُحمَد وأهلٌ أنتَ أن تُعبَد وأنت علي كل شيئ قدير اللهم فلك الحمد يا الله حتي ترضي، ولك الحمد إذا رضيت ولك الحمد بعد الرضا
أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله الداعي إلى رضوانه. اللهم صل على عبدك ورسولك سيدنا وشفيعنا ومولانا محمد وعلى آله وأصحابه وسلم تسليما كثيرا.
أما بعد: فيا أيها الناس اتقواالله فيما أمر وانتهوا فيما نهى وزجر، واعلموا أن الله أمركم بأمر بدأ فيه بنفسه وثَنَّى بملائكته بقوله عز من قائل: إن الله وملائكته يصلون على النبي، ياأيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أنبيائك ورسلك وملائكتك المقربين، وارض اللهم عن الخلفاء الراشدين المُهْدِيِّيْنَ: أبي بكر وعمر وعثمان و علي وعن بقية الصحابة والتابعين وتابعي التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين وارض عنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين.
اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والأموات إنك سميع قريب مجيب الدعوات يا قاضي الحاجات
اللهم انْصُرْ مَنْ نصر دين محمدٍ واخْذُل من خذل دينه اللهم انصر الإسلام والمسلمين وأَهْلِكِ الكَفَرَةَ والظالمين اللهم اعصمنا واحفظنا من جميع الفتن وعافنا وسلمنا من البلايا والمحن والوباء والفحشاء والمنكر والبغي والسيوف المختلفة والشدائد ما ظهر منها وما بطن من بلدنا هذا إندونيسية خاصة ومن بلدان المسلمين عامة يا ذاالجلال والإكرام بِحُرْمة وَجْهِكَ الكريم أَعْطِنا صِحَّةً في التقوي وَطُولَ عمرٍ في حُسنِ عَمَلٍ وسعةِ رزقٍ ولا تُعَذّبنا عليه إنّك علي كل شيئ قدير
ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم
عباد الله إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون فاذكروا الله يذكركم واشكروه علي نعمه يزدكم واسألوه من فضله يعطكم ولذكر الله أعز وأكبر والله يعلم وأنتم لا تعلمون.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

1 komentar:

Anonim mengatakan...

wah matuah kakeh cong. gak ada kabarnya. saya lebih senang tesis MARX bahwa kita bisa berbicara agama kalau perut kita sudah kenyang.