I. Pendahuluan
Kata “manajemen”, kiranya sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat pada umumnya. Seperti banyak kata asing yang sudah mengindonesia, kata ini pun sudah hampir tidak perlu penjelasan lagi bagi masyarakat –terutama kalangan akademisi– untuk memahami maksudnya. Bahkan, saat membicarakan “manajemen” di tengah komunitas awam, tidak sedikit dari mereka yang faham maksud pembicaraan, meski belum tahu persis arti “manajemen” secara bahasa.
Ada baiknya jika penulis mendahulukan kajian ini dengan unsur-unsur sebuah manajemen. Menurut R. AlecMackendlie, seperti ditulis Oemar (2008:32), ada tiga unsur pokok manajemen, yakni: ideas atau gagasan, thing atau benda, dan people atau orang. Dari unsur-unsur tersebut lantas tergambar tiga tugas pokok manajerial: 1) berfikir konseptual, yakni perumusan gagasan-gagasan baru; 2) administrasi, yakni merinci proses manajemen; dan 3) kepemimpinan, yakni memotivasi anggota kelompok agar melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing untuk pencapaian tujuan bersama.
Dengan ketiga tugas pokok di atas, berikut penulis paparkan sebuah kajian seputar manajemen kurikulum PBA sebagai telaah penerapannya di STAI Raden Rahmat. Satu Sekolah Tinggi Agama Islam tempat penulis mengajar materi Bahasa Arab selama ini. Tentu banyak sekali alasan pemilihan lokasi tersebut. Pastinya, kajian ini diharap bisa sebagai moment refleksi penulis dalam pelaksanaan pembelajaran selama ini. Juga, pemilihan lokasi tempat bertugas bisa semakin menampakkan benang merah dengan inti penulisan makalah kali ini, sebagai tugas akhir mata kuliah Pengembangan Kurikulum PBA, bimbingan Prof. H. Muhaimin, MA: mengaplikasikan tugas makalah yang sebelumnya pernah dipresentasikan.
II. Sekilas Tentang Pembelajaran Bahasa Arab
Secara historis, bahasa Arab diasumsikan masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam. Hal ini karena keterikatan bahasa ini dengan belbagai bentuk peribadatan dalam Islam. Bacaan dalam sholat, do’a-do’a, dan kitab suci umat Islam yang tertulis dengan bahasa Arab menjadi alasan utama keniscayaan bahasa Arab dikenal oleh umat Islam. Karenanya, tujuan pembelajaran bahasa Arab yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Jika pembelajaran bentuk pertama ini ditinjau dari pendekatan filosofis, tentunya belum ada tujuan eksplisit yang tertulis bisa dijumpai. Orang belajar bahasa Arab semata-mata karena motif agama. Meski demikian, secara tersirat sudah ada tujuan yang jelas, yakni bahasa Arab sebagai sarana penunjang beribadatan.
Pengajaran bahasa Arab yang verbalistik ini dirasa tidak cukup, karena al-Qur’an tidak cukup dibaca sebagai sarana peribadatan, melainkan pedoman hidup yang perlu difahami maknanya dan diamalkan ajaran-ajarannya. Maka muncullah pembelajaran bahasa Arab bentuk kedua dengan tujuan pendalaman ajaran agama Islam, yang mula-mula tumbuh berkembang di pondok pesantren. Materi pelajaran di pesantren ini meliputi fiqih, aqidah, hadis, tafsir, dan ilmu-ilmu bahasa Arab seperti nahwu, sharraf, dan balaghah dengan buku teks berbahasa Arab yang ditulis oleh para ulama dari masa lalu. Pengajaran bahasa Arab bentuk kedua –yang dapat digolongkan ke dalam bentuk pengajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus– adalah yang paling dominan di Tanah Air dan diakui konstribusinya dalam memahamkan umat Islam Indonesia terhadap ajaran agamanya.
Jika dipandang dari segi penguasaan bahasa, pembelajaran bentuk kedua ini hampir serupa dengan model pembelajaran bentuk pertama: terbatas pada kemahiran reseptif. Hanya tujuannya saja yang diperdalam dengan muatan materi yang lebih luas. Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, kebanyakan lembaga pendidikan jarang membuat falsafah lembaganya secara tertulis. Falsafah yang dimaksudkan, sebagaimana ditulis Fathul Mujib (2010:79), mencakup: 1) alasan rasional mengenai eksistensi lembaga pendidikan, 2) prinsip-prinsip pokok yang mendasarinya, 3) nilai-nilai dan prinsip yag dijunjung tinggi, dan 4) prinsip-prinsip pendidikan mengenai anak, hakekat proses belajar mengajar dan hakekat pengetahuan.
Jika bentuk pembelajaran bahasa Arab pertama dan kedua berada dalam lembaga pendidikan non-formal, maka ada juga pembelajaran bahasa Arab di lembaga pendidikan formal (madrasah dan sekolah umum). Toh demikian, pembelajaran bahasa Arab masih dibilang “tidak menentu”. Ketidak menentuan ini bisa dilihat dari beberapa segi. Pertama, dari segi tujuan (menguasai kemahiran berbahasa) atau sebagai alat untuk menguasai pengetahuan lain yang menggunakan wahana bahasa Arab. Kedua, dari segi jenis bahasa yang dipelajari, terdapat ketidakmenentuan apakah bahasa Arab klasik, modern, atau bahasa Arab sehari-hari. Ketiga, dari segi metode, terdapat kegamangan antara mempertahankan yang lama (gramatika-terjemah) dan metode baru (all in system, direct methode, dan lain-lain).
Melihat fenomena ini, pemerintah memang telah melakukan perbaikan, di antaranya penyusunan silabus pengajaran bahasa Arab untuk tingkat dasar, menengah, dan lanjut (1972) sampai disosialisasikannya Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK th 2004) dalam jajaran pendidikan Indonesia, dan pelatihan bagi guru mengenai berbagai pendekatan atau strategi pembelajaran mutakhir, seperti Pembelajaran Quantum, Belajar Mengajar Kontekstual, dan sebagainya.
III. Kurikulum PBA
Istilah kurikulum, seperti ditulis Lias Hasibuan (2010:37) berasal dari bahasa latin curriculum yang semula berarti a running course, atau race course, especially a chariot race course dan terdapat pula dalam bahasa Perancis: courier artinya, to run: berlari. Kemudian istilah ini digunakan untuk sejumlah courses atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Dari pemahaman ini bisa dikatakan bahwa pengertian kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang diajar. Untuk pengertian ini disebut dengan pemahaman tradisional.
Sedang dalam pemahaman yang lain, kurikulum adalah proses atau pengalaman belajar. Pengalaman belajar ini terbagi dua, yaitu yang direncanakan dan yang tidak direncanakan. Yang tidak direncanakan disebut hidden curriculum atau kurikulum yang tersembunyi. Para siswa mempunyai aturan sendiri sebagai reaksi terhadap kurikulum yang formal, seperti tentang mencontek, membuat pekerjaan rumah, menjadi juara kelas, sikap terhadap guru, dan sebagainya.
Lebih lanjut, perlu ada penyelarasan dari sekian pengertian itu. Muhaimin (2005: 2) memetakan aneka pengertian kurikulum pada dua sisi penekanan dalam pengertian kurikulum. Satu sisi menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dan sisi lainnya pada proses atau pengalaman belajar. Dari dua sisi tersebut, sepintas bisa kita lihat apa yang dimaksud kurikulum bahasa Arab. Baik pada sisi mata ajar, atau pada sisi proses pembelajarannya, kurikulum bahasa Arab masih terfokus pada pengertian bahwa bahasa Arab tida lebih menjadi kajian untukk sekedar memahami agama, us sich. Tidak lebih. Hal inilah yang perlu dikritisi dalam upaya pengembangan bahasa asing satu ini.
Kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan ijazah tertentu. Beberapa penafsiran lain tentang kurikulum kiranya semakin menjelasnkan pentingnya dilaksanakan dalam pendidikan dan pengajaran. Beberapa penafsiran dimasud, adalah:
a. Kurikulum memuat isi dan Materi Pelajaran. Maksudnya, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh peserta didik untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
b. Kurikulum sebagai Rencana Pembelajaran. Dengan program ini, para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.
Itu sebabnya, suatu kurikulum harus diatur sedemikian rupa agar maksud pendidikan dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran saja, melainkan mencakup segala ssesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara aktif.
Kurikulum sebagai Pengalaman Belajar. Selain dua pengertian kurikulum sebagaimana yang lalu, pengertian lainnya adalah merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pandangan ini menyatakan:
Curriculum is interpreted to mean all of the organized coueses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945, h.14). Dari sini bisa difaham bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di luar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum.
Kaitannya dengan penerapan kurikulum bahasa Arab di Indonesia, harus diakui sampai saat ini pun masih belum, atau bahkan tidak bisa terlepas dari realitas histori munculnya bahasa Arab di negeri ini. Tujuan utama pengajaran bahasa Arab, ukung-ujungnya sebagai penunjang “keislama” seorang muslim. Sangat jarang –untuk tidak mengatakan tidak ada– tujuan lain dalam kurikulum bahasa Arab, mulai dari tingkat dasar sampai di Perguruan Tinggi.
IV. Sekilas Tentang STAI Raden Rahmat
STAI Raden Rahmat (selanjutnya disingkat menjadi STAI RR) merupakan satu sekolah tinggi agama Islam yang didirikan pada awal tahun 80-an. Loksinya beradi di daerahh Kepanjen Malang. Tepatnya 6 Km sebelum masuk kota Kepanjen dari arah Malang. Saat awal pendiriannya, sekolah tinggi ini hanya memiliki satu program studi, yakni Tarbiyah. Karenanya, ia disebut Sekolah Tingggi Ilmu Tarbiyyah (STIT). Baru pada pertengahan tahun 2010, lembaga ini menjadi STAI, tepatnya setelah penambahan program studi yang ada. STAI RR diketuai oleh Drs. Mahmud Zubaidi, MA.
Sampai saat ini, ada tiga program studi di STAI RR: Pendidikan Agama Islam (PAI), PGMI, dan Ekonomi Syariah. Karena keterbatasan waktu yang tersedia, penulis hanya bisa mengajar materi bahasa Arab di program studi PAI yang dikepalai Drs. Evi Mashitah, MA. Tidak banyak materi bahasa Arab yang dipersiapkan bagi para mahasiswa: cuma sampai semester IV saja. Hal itu karena program studinya bukan PBA, tapi PAI. Tentunya begitu juga realita materi bahasa Arab di program studi lainnya.
Mengenai mahasiswanya, di STAI RR terbagi menjadi dua bagian besar: mahasiswa reguler, dan mahasiswa ekstensi. Mahasiswa reguler adalah para pelajar yang mengikuti program perkuliahan sebagaimana mestinya. Jadwal perkuliahan empat hari, mulai hari Rabo sampai Sabtu. Sementara mahasiswa ekstensi adalah pelajar yang mengambil program khusus. Waktu perkuliahan diperpadat dua hari perminggu: Sabtu dan Minggu. Rata-rata mahasiswa ekstensi berusia lebih senior dibandingkan mahasiswa reguler. Mahasiswa ekstensi biasanya mereka yang mempunyai pekerjaan tetap.
Sebagai jurusan yang bertujuan mencetak pengajar agama Islam, sangat logis jika program PAI mempersiapkan materi-materi kuliah seputar keislaman, baik yang berhubugan dengan aqidah, akhlaq, juga fiqih; secara konseptual, juga praktisi. Untuk alasan inilah, lembaga merasa perlu membekali mahasiswanya dengan materi bahasa Arab. Keterikatan antara kajian keislaman dengan bahasa Arab adalah dasar utama pemberian materi bahasa Arab.
V. Manajemen Kurikulum PBA di STAI Raden Rahmat
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, terdapat setidaknya tiga hal ketidakmenentuan dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia: tujuan, macam bahasa Arab yang dipelajari, serta metode pembelajarannya. Realitanya, demikian juga yang terjadi di STAI RR Kepanjen, Malang. Tiga hal di atas menjadi faktor yang sedikit-banyak menghambat proses pembelajaran bahasa Arab yang penulis rasakan sebagai pengajarnya langsung. Apa hakekat tujuan pembelajaran bahasa Arab di sana: sebagai upaya meningkatkan kemahiran berbahasa arab atau sekedar wasilah untuk memahami materi lain?
Tentang ragam bahasa, penulis juga bingung lebih mengutamakan pembelajaran bahasa Arab bentuk klasik (fushah, seperti dalam al-Qur’an), modern, atau bahasa percakapan sehari-hari? Dua kebingungan di atas jelas berimplikasi pada kebingungan selanjutnya: menentukan cara yang tepat guna. Metode apa yang tepat untuk menerapkan pembelajaran bahasa Arab di STAI Raden Rahmat?
A. Mengarahkan Kurikulum PBA
Berangkat dari upaya problem solving, penulis melihat keniscayaan memanaj kurikulum PBA di STAI RR. Tidak etis jika kebingungan tersebut berlarut-larut tanpa upaya nyata penanganannya. Maka, mula-mula yang harus ditentukan adalah tujuan PBA di STAI Raden Rahmat. Setelah meyakinkan Ketua STAI RR, dan berkomunikasi dengan Kepala Program Studi (Kaprodi) PAI, peulis lantas memastikan tujuan PBA di sana adalah menjadikan kecakapan berbahasa Arab sebagai media atau perantara untuk memahami kajian-kajian keislaman yang mayoritas berbahasa Arab. Utamanya untuk pemahaman Al-Qur’an dan sunnah.
Dengan penentuan tujuan yang jelas, otomatis dua kebingungan lainnya bisa semakin diarahkan. Dengan tujuan PBA untuk memahami teks-teks keislaman yang orisinil berbahasa Arab, maka ragam pilihan bahasa Arab yang dipelajari adalah ragam bahasa fushah. Peneliti tidak lagi bingung menentukan ragam bahasa Arab yang harus dipelajari sebagai skala prioritas. Adapun dua jenis bahasa Arab lainnya, jika dilihat perlu dipelajari, tidak lebih sekedar tambahan, alias menjadi materi sekunder, bukan primer.
Dengan penentuan ragam bahasa Arab yang harus dipelajari, metode pengajarannya yang tepat guna juga semakin nampak. Pastinya, penguatan materi kaidah kebahasaan, serta linguistik menjadi bobot isi kurikulum yang penting. Maka metode gramatikal bahasa Arab menjadi pilihan objektif untuk peneraan PBA di STAI RR.
B. Memanaj Kurikulum PBA
Dengan kejelasan arah PBA di STAI RR, maka tugas peneliti kemudian sebagai pengajar bahasa Arab adalah memanaj kurikulum bahasa Arab dengan prioritas harapan seperti di atas. Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, setidaknya ada tiga aplikasi tugs inti manajemen, termasuk manajemen pembelajaran. Ketiganya adalah berfikir konseptual, administrasi, dan kepemimpinan.
1. Berfikir konseptual.
Berangkat dari pandangan bahwa guru adalah seorang manajer (the teacher as manager), J.G Owen, seperti ditulis Hamalik (2010: 150) sangat menekankan perlunya keterlibatan guru satu bidang pelajaran dalam perencanaan kurikulum meteri tersebut. Hal ini karena dalam prakteknya, guru tersebut sebagai pelaksana kurikulum yang disusun bersama. Guru tersebut bertanggung jawab atas pengembangan kurikulum. Selanjutnya dia juga bertanggung jawab mengembangkan kuriulum ke dalam bentuk perencanaan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik di kelas.
Masalah selanjutnya, bagaimana kurikulum direncanakan secara profesional, J.G Owen menekankan pada masalah bagaimana menganalisis kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan sebagai faktor yang berpengaruh dalam perencanaan kurikulum. Dalam hal ini, ada dua masalah yang perlu diperhatikan, yakni, pemanfaatan berbagai sumber yang ada, dan ketersediaan fasilitas pendekung. Seperti ketersediaan buku-buku teks, peralatan laboratorium dan alat praktikum lainnya. Pada titik inilah, menkonsep serta mendesain sebuah kurikulum menjadi sebuah keniscayaan.
Menurut Zais (1976) dalam mendesain kurikulum berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: Siapa akan dilibatkan dalam pembuatan kurikulum, guru, administrator, orang tua, atau pelajar? Apa prosedur yang akan digunakan dalam pembuatan kurikulum, petunjuk administratif, konlisi fakultas (staf pengajar) atau konsultasi universitas? Jika komisi yang digunakan, bagaimana mereka akan diatur?
Kaitannya dengan kondisi di STAI RR, pengajar mencukupkan ketua STAI RR, Kaprodi PAI, serta beberapa pengajar materi keagamaan sebagai tim kecil untuk rujukan rencana kurikulum PBA. Hal ini untuk mensingkronkan muatan materi bahasa Arab sebagai perantara memahami kajian materi lainnya yang notabeni berbahasa Arab, seperti materi fiqhu as-sunnah, kajian tafsir, usul fiqih, hadist, dan lain sebagainya. Semua materi yang berbahasa Arab menjadi landasan materi bahasa Arab. Pada titik inilah konseptual manajemen kurikulum bahasa Arab diarahkan.
2. Administrasi
Dalam hal administrasi kurikulum, ada beberapa fungsi manajemen yang harus difahami, seeperti ditulis Abid Nata (2003: 46), yakni: mengelola perencanaan kurikulum, mengelola implementasi kurikulum, mengelola pelaksanaan evaluasi kurikulum, mengelola perumusan penetapan kriteria dan pelaksanaan kenaikan kelas/kelulusan, mengelola pengembangan bahan ajar, media pembelajaran, dan sumber belajar, serta mengelola pengembangan ekstrakurikuler dan kokurikuler.
Di STAI RR, peneliti telah melaksanakan fungsi administrasi tersebut. Setiap tahun ajaran baru, sebagai pengajar bahasa Arab, peneliti diharuskan melaporkan rencana pembelajaran setahun kedepan yang meliputi: muatan isi materi, kebutuhan alokasi waktu pembelajaran, serta pengembangannya yang disesuaikan debgan kebutuhan, dan berdasarkan evaluasi yang telah dilaksanakan pada tahun ajaran sebelumnya.
3. Kepemimpinan
Selain bertugas sebagai pengajar, pada hakekatnya seorang guru adalah pemimpin bagi peserta didiknya. Muhaimin sering mengingatkan saat memberi kuliah: guru harus bisa mendorong segenap peserta didiknya agar mereka terdorong; bisa memotifasi agar mereka termotifasi; bisa mengarahkan agar mereka terarah. Guru juga sepatutnya mampu menjadi fasilitator bagi anak didiknya. Tugas dan kewajiban itulah yang mendasari anggapan bahwa guru adalah seorang pemimpin bagi peserta didik.
Dalam penerapan PBA di STAI RR, tugas kepemimpinan sebagai pengajar, harus diakui masih belum sepenuhnya bisa dilaksanakan. Banyak faktor penyebabnya. Selain karena faktor bahasa Arab sebagai materi, keemahan pengajar, juga karena faktor mahasiswanya yang masih menganggap perkuliahan tidak lebih sebagai kewajiban, bukan kebutuhan.
Dari faktor materi, bahasa Arab masih diasumsikan sebagai materi yang “menakutkan”. Asumsi ini diperparah lagi dengan realita mayoritas mahasiswa STAI RR masih sangat awam seputar ilmu-ilmu bahasa Arab. Tidak sedikit dari mereka yang justru sama-sekali buta mengenai materi bahasa Arab. Maka, mesti secara usia relatif dewasa, bahkan banyak juga yang lebih senior dari usia peneliti, namun dalam hal pengetahuan bahasa Arab, mereka masuk klasifikasi mubtadiin, alias pemula. Dari sini, kecemasan tidak memahami materi selalu nampak setiap kali peneliti masuk pada pembelajaran materi baru.
Faktor selanjutnya adalah karena keterbatasan peneliti sebagai pengajar bahasa Arab yang masih jauh dari mampu. Untuk itulah, sembari terus berlatif agar menjadi dosen yang profesional, pengajar merasa sangat membutuhkan pengetahuan lebih di bidang bahasa Arab. Satu kesempatan mendapat beasiswa program doktor jurusan PBA di UIN Maulana Malik Ibrahim adalah satu peluang emas mewujudkan cita-cita dan harapan peneliti menjadi pengajar bahasa Arab yang profesional, khususnya di STAI RR.
Selanjutnya, dan ini yang mungkin menjadi faktor terberat adalah rendahnya minat belajar para mahasiswa STAI RR. Seperti pengakuan banyak pengajar lainnya, pada jam-jam perkuliahan aktif, hampir dipastikan jarang ada ruang kuliah yang peserta didiknya masuk secara utuh. Sering kali jumlah peserta kuliah yang masuk tidak seperti jumlah seharusya. Hal ini mungkin karena faktor kesibukan para mahasiswa di luar jam kuliah. Banyak dari mereka yang notabeni telah bekerja.
Setiap kali ada benturan waktu antara jam kuliah dan kesibukan lainnya, bisa dipastikan mereka mengorbankan waktu kuliah. Tanpa niatan negatif, keberadaan mereka sebagai mahasiswa tidak lebih sekedar pemenuhan kewajiban untuk dapat meraih gelar sarjana: sama sekali bukan karena kebutuhan untuk belajar. Dari sini peneliti mempertanyakan: bagaimana para mahasiswa akan memahami materi kuliah, termasuk bahasa Arab, jika motifasi serta keinginan belajar mereka sangat minim?
Tentunya menjadi tugas setiap pengajar menganalisis semua problem pembelajaran sebagai sebuah tantangan yang harus dipecahkan. Kewajiban tersebut juga menjadi pemicu bagi peneiti agar terus berupaya dan bisa meyakinkan peserta didik tentang pentingnya ilmu pengetahuan, khususnya materi bahasa Arab, sebagai ilmu penunjang kecakapan mereka yang nantinya menjadi sarjana Agama Islam. Wallahu a’lam bi alshawab.
VI. Kesimpulan/ Penutup
Bisa mencapai tujuan adalah harapan semua orang. Siapa, dan dalam segala hal semuanya pasti ingin meraih keberhasilan. Begitu juga kiranya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Bagaimana satuan kurikulum direncanakan, lalu kemudian diaplikasikan, serta bagaimana pelaksanaan evaluasinya adalah satu patokan keberhasialan KBM. Pada titik ini, memanaj sebuah kurikulum berlandaskan pada unsur serta konsep manajemen yang baik menjadi sebuah keniscayaan.
Keniscayaan ini pula yang peneliti sadari sebagai pengajar materi bahasa Arab di STAI Raden Rahmat Malang. Satu sekolah tinggi yang tidak bisa terhindar dari kendala proses pembelajaran. Maka, Berfikir konseptual, bekerja administratif, serta melakoni tugas kepemimpinan dalam hal pembelajaran bahasa Arab adalah semaksimal mungkin peneliti upayakan untuk manajaman proses PBA di lembaga tersebut.
Konsep dan Karakter manajemen kurikulum PBA sebagai suatu sistem/ proses mencakup pengelolaan organisasi pembelajaran bahasa Arab sebagai mata pelajaran berlandaskan model kemahiran bahasa harus signifikan, tidak bias. Tanpa itu, fungsi manajemen kurikulum semakin sulit terkonsep.
Pemaparan sekilas tentang manajemen kurikulum PBA di STAI RR adalah satu dari sekian upaya introspeksi peneliti sebagai pengajar. Besar harapan, banyak masukan serta catatan sebagai rujukan bagi peneliti untuk terus meningkatkan proses pembelajaran bahasa Arab di lembaga tersebut. Hal ini sebagai satu keinsafan atas keterbatasan peneliti dii banyak aspek. Toh demikian, tetap menjadi keinginan peneiti agar ke depan bisa semakin cakap menjalankan tugas sebagai pengajar, dan bisa menjadi dosen bahasa Arab yang profesional. Amien...
1. Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, hal. 32, cet. 4, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008
2. Petunjuk Administrasi Sekolah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal. 170, Direktorat Sarana Pendidikan, Jakarta, 1997
3. Fathul Mujib, Rekonstruksi Pendidikan Basaha Arab, hal. 79, Cet.I, Bintang Pustaka Abadi, Yogyakarta, 2010
4. Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, hal. 37, cet.1, Gaung Persada, Jakarta, 2010
5. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, hal, 17, Cet.6, Bumi Aksara, Jakarta, 2007
6. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Fajar Interpratama Office, jakarta, 2005
7. Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, hal. 46, cet.1, Prenada Media, Jakarta, 2003
8. Rusman, Manajemen Kurikulum, Rajawali Press, Jakarta, 2009
9. Soebijanto Wirojoendo, Teori Perencanaan Pendidikan, Liberti, Yogyakarta,1985
10. E. Mulyasa, Kurikulm Tingkat Satuan Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Jakarta, 2007
Kata “manajemen”, kiranya sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat pada umumnya. Seperti banyak kata asing yang sudah mengindonesia, kata ini pun sudah hampir tidak perlu penjelasan lagi bagi masyarakat –terutama kalangan akademisi– untuk memahami maksudnya. Bahkan, saat membicarakan “manajemen” di tengah komunitas awam, tidak sedikit dari mereka yang faham maksud pembicaraan, meski belum tahu persis arti “manajemen” secara bahasa.
Ada baiknya jika penulis mendahulukan kajian ini dengan unsur-unsur sebuah manajemen. Menurut R. AlecMackendlie, seperti ditulis Oemar (2008:32), ada tiga unsur pokok manajemen, yakni: ideas atau gagasan, thing atau benda, dan people atau orang. Dari unsur-unsur tersebut lantas tergambar tiga tugas pokok manajerial: 1) berfikir konseptual, yakni perumusan gagasan-gagasan baru; 2) administrasi, yakni merinci proses manajemen; dan 3) kepemimpinan, yakni memotivasi anggota kelompok agar melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing untuk pencapaian tujuan bersama.
Dengan ketiga tugas pokok di atas, berikut penulis paparkan sebuah kajian seputar manajemen kurikulum PBA sebagai telaah penerapannya di STAI Raden Rahmat. Satu Sekolah Tinggi Agama Islam tempat penulis mengajar materi Bahasa Arab selama ini. Tentu banyak sekali alasan pemilihan lokasi tersebut. Pastinya, kajian ini diharap bisa sebagai moment refleksi penulis dalam pelaksanaan pembelajaran selama ini. Juga, pemilihan lokasi tempat bertugas bisa semakin menampakkan benang merah dengan inti penulisan makalah kali ini, sebagai tugas akhir mata kuliah Pengembangan Kurikulum PBA, bimbingan Prof. H. Muhaimin, MA: mengaplikasikan tugas makalah yang sebelumnya pernah dipresentasikan.
II. Sekilas Tentang Pembelajaran Bahasa Arab
Secara historis, bahasa Arab diasumsikan masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam. Hal ini karena keterikatan bahasa ini dengan belbagai bentuk peribadatan dalam Islam. Bacaan dalam sholat, do’a-do’a, dan kitab suci umat Islam yang tertulis dengan bahasa Arab menjadi alasan utama keniscayaan bahasa Arab dikenal oleh umat Islam. Karenanya, tujuan pembelajaran bahasa Arab yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Jika pembelajaran bentuk pertama ini ditinjau dari pendekatan filosofis, tentunya belum ada tujuan eksplisit yang tertulis bisa dijumpai. Orang belajar bahasa Arab semata-mata karena motif agama. Meski demikian, secara tersirat sudah ada tujuan yang jelas, yakni bahasa Arab sebagai sarana penunjang beribadatan.
Pengajaran bahasa Arab yang verbalistik ini dirasa tidak cukup, karena al-Qur’an tidak cukup dibaca sebagai sarana peribadatan, melainkan pedoman hidup yang perlu difahami maknanya dan diamalkan ajaran-ajarannya. Maka muncullah pembelajaran bahasa Arab bentuk kedua dengan tujuan pendalaman ajaran agama Islam, yang mula-mula tumbuh berkembang di pondok pesantren. Materi pelajaran di pesantren ini meliputi fiqih, aqidah, hadis, tafsir, dan ilmu-ilmu bahasa Arab seperti nahwu, sharraf, dan balaghah dengan buku teks berbahasa Arab yang ditulis oleh para ulama dari masa lalu. Pengajaran bahasa Arab bentuk kedua –yang dapat digolongkan ke dalam bentuk pengajaran bahasa Arab untuk tujuan khusus– adalah yang paling dominan di Tanah Air dan diakui konstribusinya dalam memahamkan umat Islam Indonesia terhadap ajaran agamanya.
Jika dipandang dari segi penguasaan bahasa, pembelajaran bentuk kedua ini hampir serupa dengan model pembelajaran bentuk pertama: terbatas pada kemahiran reseptif. Hanya tujuannya saja yang diperdalam dengan muatan materi yang lebih luas. Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, kebanyakan lembaga pendidikan jarang membuat falsafah lembaganya secara tertulis. Falsafah yang dimaksudkan, sebagaimana ditulis Fathul Mujib (2010:79), mencakup: 1) alasan rasional mengenai eksistensi lembaga pendidikan, 2) prinsip-prinsip pokok yang mendasarinya, 3) nilai-nilai dan prinsip yag dijunjung tinggi, dan 4) prinsip-prinsip pendidikan mengenai anak, hakekat proses belajar mengajar dan hakekat pengetahuan.
Jika bentuk pembelajaran bahasa Arab pertama dan kedua berada dalam lembaga pendidikan non-formal, maka ada juga pembelajaran bahasa Arab di lembaga pendidikan formal (madrasah dan sekolah umum). Toh demikian, pembelajaran bahasa Arab masih dibilang “tidak menentu”. Ketidak menentuan ini bisa dilihat dari beberapa segi. Pertama, dari segi tujuan (menguasai kemahiran berbahasa) atau sebagai alat untuk menguasai pengetahuan lain yang menggunakan wahana bahasa Arab. Kedua, dari segi jenis bahasa yang dipelajari, terdapat ketidakmenentuan apakah bahasa Arab klasik, modern, atau bahasa Arab sehari-hari. Ketiga, dari segi metode, terdapat kegamangan antara mempertahankan yang lama (gramatika-terjemah) dan metode baru (all in system, direct methode, dan lain-lain).
Melihat fenomena ini, pemerintah memang telah melakukan perbaikan, di antaranya penyusunan silabus pengajaran bahasa Arab untuk tingkat dasar, menengah, dan lanjut (1972) sampai disosialisasikannya Kurikulum berbasis Kompetensi (KBK th 2004) dalam jajaran pendidikan Indonesia, dan pelatihan bagi guru mengenai berbagai pendekatan atau strategi pembelajaran mutakhir, seperti Pembelajaran Quantum, Belajar Mengajar Kontekstual, dan sebagainya.
III. Kurikulum PBA
Istilah kurikulum, seperti ditulis Lias Hasibuan (2010:37) berasal dari bahasa latin curriculum yang semula berarti a running course, atau race course, especially a chariot race course dan terdapat pula dalam bahasa Perancis: courier artinya, to run: berlari. Kemudian istilah ini digunakan untuk sejumlah courses atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Dari pemahaman ini bisa dikatakan bahwa pengertian kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang diajar. Untuk pengertian ini disebut dengan pemahaman tradisional.
Sedang dalam pemahaman yang lain, kurikulum adalah proses atau pengalaman belajar. Pengalaman belajar ini terbagi dua, yaitu yang direncanakan dan yang tidak direncanakan. Yang tidak direncanakan disebut hidden curriculum atau kurikulum yang tersembunyi. Para siswa mempunyai aturan sendiri sebagai reaksi terhadap kurikulum yang formal, seperti tentang mencontek, membuat pekerjaan rumah, menjadi juara kelas, sikap terhadap guru, dan sebagainya.
Lebih lanjut, perlu ada penyelarasan dari sekian pengertian itu. Muhaimin (2005: 2) memetakan aneka pengertian kurikulum pada dua sisi penekanan dalam pengertian kurikulum. Satu sisi menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dan sisi lainnya pada proses atau pengalaman belajar. Dari dua sisi tersebut, sepintas bisa kita lihat apa yang dimaksud kurikulum bahasa Arab. Baik pada sisi mata ajar, atau pada sisi proses pembelajarannya, kurikulum bahasa Arab masih terfokus pada pengertian bahwa bahasa Arab tida lebih menjadi kajian untukk sekedar memahami agama, us sich. Tidak lebih. Hal inilah yang perlu dikritisi dalam upaya pengembangan bahasa asing satu ini.
Kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan ijazah tertentu. Beberapa penafsiran lain tentang kurikulum kiranya semakin menjelasnkan pentingnya dilaksanakan dalam pendidikan dan pengajaran. Beberapa penafsiran dimasud, adalah:
a. Kurikulum memuat isi dan Materi Pelajaran. Maksudnya, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh peserta didik untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
b. Kurikulum sebagai Rencana Pembelajaran. Dengan program ini, para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran.
Itu sebabnya, suatu kurikulum harus diatur sedemikian rupa agar maksud pendidikan dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran saja, melainkan mencakup segala ssesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara aktif.
Kurikulum sebagai Pengalaman Belajar. Selain dua pengertian kurikulum sebagaimana yang lalu, pengertian lainnya adalah merupakan serangkaian pengalaman belajar. Salah satu pendukung dari pandangan ini menyatakan:
Curriculum is interpreted to mean all of the organized coueses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not (Romine, 1945, h.14). Dari sini bisa difaham bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di luar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum.
Kaitannya dengan penerapan kurikulum bahasa Arab di Indonesia, harus diakui sampai saat ini pun masih belum, atau bahkan tidak bisa terlepas dari realitas histori munculnya bahasa Arab di negeri ini. Tujuan utama pengajaran bahasa Arab, ukung-ujungnya sebagai penunjang “keislama” seorang muslim. Sangat jarang –untuk tidak mengatakan tidak ada– tujuan lain dalam kurikulum bahasa Arab, mulai dari tingkat dasar sampai di Perguruan Tinggi.
IV. Sekilas Tentang STAI Raden Rahmat
STAI Raden Rahmat (selanjutnya disingkat menjadi STAI RR) merupakan satu sekolah tinggi agama Islam yang didirikan pada awal tahun 80-an. Loksinya beradi di daerahh Kepanjen Malang. Tepatnya 6 Km sebelum masuk kota Kepanjen dari arah Malang. Saat awal pendiriannya, sekolah tinggi ini hanya memiliki satu program studi, yakni Tarbiyah. Karenanya, ia disebut Sekolah Tingggi Ilmu Tarbiyyah (STIT). Baru pada pertengahan tahun 2010, lembaga ini menjadi STAI, tepatnya setelah penambahan program studi yang ada. STAI RR diketuai oleh Drs. Mahmud Zubaidi, MA.
Sampai saat ini, ada tiga program studi di STAI RR: Pendidikan Agama Islam (PAI), PGMI, dan Ekonomi Syariah. Karena keterbatasan waktu yang tersedia, penulis hanya bisa mengajar materi bahasa Arab di program studi PAI yang dikepalai Drs. Evi Mashitah, MA. Tidak banyak materi bahasa Arab yang dipersiapkan bagi para mahasiswa: cuma sampai semester IV saja. Hal itu karena program studinya bukan PBA, tapi PAI. Tentunya begitu juga realita materi bahasa Arab di program studi lainnya.
Mengenai mahasiswanya, di STAI RR terbagi menjadi dua bagian besar: mahasiswa reguler, dan mahasiswa ekstensi. Mahasiswa reguler adalah para pelajar yang mengikuti program perkuliahan sebagaimana mestinya. Jadwal perkuliahan empat hari, mulai hari Rabo sampai Sabtu. Sementara mahasiswa ekstensi adalah pelajar yang mengambil program khusus. Waktu perkuliahan diperpadat dua hari perminggu: Sabtu dan Minggu. Rata-rata mahasiswa ekstensi berusia lebih senior dibandingkan mahasiswa reguler. Mahasiswa ekstensi biasanya mereka yang mempunyai pekerjaan tetap.
Sebagai jurusan yang bertujuan mencetak pengajar agama Islam, sangat logis jika program PAI mempersiapkan materi-materi kuliah seputar keislaman, baik yang berhubugan dengan aqidah, akhlaq, juga fiqih; secara konseptual, juga praktisi. Untuk alasan inilah, lembaga merasa perlu membekali mahasiswanya dengan materi bahasa Arab. Keterikatan antara kajian keislaman dengan bahasa Arab adalah dasar utama pemberian materi bahasa Arab.
V. Manajemen Kurikulum PBA di STAI Raden Rahmat
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, terdapat setidaknya tiga hal ketidakmenentuan dalam pembelajaran bahasa Arab di Indonesia: tujuan, macam bahasa Arab yang dipelajari, serta metode pembelajarannya. Realitanya, demikian juga yang terjadi di STAI RR Kepanjen, Malang. Tiga hal di atas menjadi faktor yang sedikit-banyak menghambat proses pembelajaran bahasa Arab yang penulis rasakan sebagai pengajarnya langsung. Apa hakekat tujuan pembelajaran bahasa Arab di sana: sebagai upaya meningkatkan kemahiran berbahasa arab atau sekedar wasilah untuk memahami materi lain?
Tentang ragam bahasa, penulis juga bingung lebih mengutamakan pembelajaran bahasa Arab bentuk klasik (fushah, seperti dalam al-Qur’an), modern, atau bahasa percakapan sehari-hari? Dua kebingungan di atas jelas berimplikasi pada kebingungan selanjutnya: menentukan cara yang tepat guna. Metode apa yang tepat untuk menerapkan pembelajaran bahasa Arab di STAI Raden Rahmat?
A. Mengarahkan Kurikulum PBA
Berangkat dari upaya problem solving, penulis melihat keniscayaan memanaj kurikulum PBA di STAI RR. Tidak etis jika kebingungan tersebut berlarut-larut tanpa upaya nyata penanganannya. Maka, mula-mula yang harus ditentukan adalah tujuan PBA di STAI Raden Rahmat. Setelah meyakinkan Ketua STAI RR, dan berkomunikasi dengan Kepala Program Studi (Kaprodi) PAI, peulis lantas memastikan tujuan PBA di sana adalah menjadikan kecakapan berbahasa Arab sebagai media atau perantara untuk memahami kajian-kajian keislaman yang mayoritas berbahasa Arab. Utamanya untuk pemahaman Al-Qur’an dan sunnah.
Dengan penentuan tujuan yang jelas, otomatis dua kebingungan lainnya bisa semakin diarahkan. Dengan tujuan PBA untuk memahami teks-teks keislaman yang orisinil berbahasa Arab, maka ragam pilihan bahasa Arab yang dipelajari adalah ragam bahasa fushah. Peneliti tidak lagi bingung menentukan ragam bahasa Arab yang harus dipelajari sebagai skala prioritas. Adapun dua jenis bahasa Arab lainnya, jika dilihat perlu dipelajari, tidak lebih sekedar tambahan, alias menjadi materi sekunder, bukan primer.
Dengan penentuan ragam bahasa Arab yang harus dipelajari, metode pengajarannya yang tepat guna juga semakin nampak. Pastinya, penguatan materi kaidah kebahasaan, serta linguistik menjadi bobot isi kurikulum yang penting. Maka metode gramatikal bahasa Arab menjadi pilihan objektif untuk peneraan PBA di STAI RR.
B. Memanaj Kurikulum PBA
Dengan kejelasan arah PBA di STAI RR, maka tugas peneliti kemudian sebagai pengajar bahasa Arab adalah memanaj kurikulum bahasa Arab dengan prioritas harapan seperti di atas. Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, setidaknya ada tiga aplikasi tugs inti manajemen, termasuk manajemen pembelajaran. Ketiganya adalah berfikir konseptual, administrasi, dan kepemimpinan.
1. Berfikir konseptual.
Berangkat dari pandangan bahwa guru adalah seorang manajer (the teacher as manager), J.G Owen, seperti ditulis Hamalik (2010: 150) sangat menekankan perlunya keterlibatan guru satu bidang pelajaran dalam perencanaan kurikulum meteri tersebut. Hal ini karena dalam prakteknya, guru tersebut sebagai pelaksana kurikulum yang disusun bersama. Guru tersebut bertanggung jawab atas pengembangan kurikulum. Selanjutnya dia juga bertanggung jawab mengembangkan kuriulum ke dalam bentuk perencanaan pelajaran yang akan disajikan kepada peserta didik di kelas.
Masalah selanjutnya, bagaimana kurikulum direncanakan secara profesional, J.G Owen menekankan pada masalah bagaimana menganalisis kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan sebagai faktor yang berpengaruh dalam perencanaan kurikulum. Dalam hal ini, ada dua masalah yang perlu diperhatikan, yakni, pemanfaatan berbagai sumber yang ada, dan ketersediaan fasilitas pendekung. Seperti ketersediaan buku-buku teks, peralatan laboratorium dan alat praktikum lainnya. Pada titik inilah, menkonsep serta mendesain sebuah kurikulum menjadi sebuah keniscayaan.
Menurut Zais (1976) dalam mendesain kurikulum berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: Siapa akan dilibatkan dalam pembuatan kurikulum, guru, administrator, orang tua, atau pelajar? Apa prosedur yang akan digunakan dalam pembuatan kurikulum, petunjuk administratif, konlisi fakultas (staf pengajar) atau konsultasi universitas? Jika komisi yang digunakan, bagaimana mereka akan diatur?
Kaitannya dengan kondisi di STAI RR, pengajar mencukupkan ketua STAI RR, Kaprodi PAI, serta beberapa pengajar materi keagamaan sebagai tim kecil untuk rujukan rencana kurikulum PBA. Hal ini untuk mensingkronkan muatan materi bahasa Arab sebagai perantara memahami kajian materi lainnya yang notabeni berbahasa Arab, seperti materi fiqhu as-sunnah, kajian tafsir, usul fiqih, hadist, dan lain sebagainya. Semua materi yang berbahasa Arab menjadi landasan materi bahasa Arab. Pada titik inilah konseptual manajemen kurikulum bahasa Arab diarahkan.
2. Administrasi
Dalam hal administrasi kurikulum, ada beberapa fungsi manajemen yang harus difahami, seeperti ditulis Abid Nata (2003: 46), yakni: mengelola perencanaan kurikulum, mengelola implementasi kurikulum, mengelola pelaksanaan evaluasi kurikulum, mengelola perumusan penetapan kriteria dan pelaksanaan kenaikan kelas/kelulusan, mengelola pengembangan bahan ajar, media pembelajaran, dan sumber belajar, serta mengelola pengembangan ekstrakurikuler dan kokurikuler.
Di STAI RR, peneliti telah melaksanakan fungsi administrasi tersebut. Setiap tahun ajaran baru, sebagai pengajar bahasa Arab, peneliti diharuskan melaporkan rencana pembelajaran setahun kedepan yang meliputi: muatan isi materi, kebutuhan alokasi waktu pembelajaran, serta pengembangannya yang disesuaikan debgan kebutuhan, dan berdasarkan evaluasi yang telah dilaksanakan pada tahun ajaran sebelumnya.
3. Kepemimpinan
Selain bertugas sebagai pengajar, pada hakekatnya seorang guru adalah pemimpin bagi peserta didiknya. Muhaimin sering mengingatkan saat memberi kuliah: guru harus bisa mendorong segenap peserta didiknya agar mereka terdorong; bisa memotifasi agar mereka termotifasi; bisa mengarahkan agar mereka terarah. Guru juga sepatutnya mampu menjadi fasilitator bagi anak didiknya. Tugas dan kewajiban itulah yang mendasari anggapan bahwa guru adalah seorang pemimpin bagi peserta didik.
Dalam penerapan PBA di STAI RR, tugas kepemimpinan sebagai pengajar, harus diakui masih belum sepenuhnya bisa dilaksanakan. Banyak faktor penyebabnya. Selain karena faktor bahasa Arab sebagai materi, keemahan pengajar, juga karena faktor mahasiswanya yang masih menganggap perkuliahan tidak lebih sebagai kewajiban, bukan kebutuhan.
Dari faktor materi, bahasa Arab masih diasumsikan sebagai materi yang “menakutkan”. Asumsi ini diperparah lagi dengan realita mayoritas mahasiswa STAI RR masih sangat awam seputar ilmu-ilmu bahasa Arab. Tidak sedikit dari mereka yang justru sama-sekali buta mengenai materi bahasa Arab. Maka, mesti secara usia relatif dewasa, bahkan banyak juga yang lebih senior dari usia peneliti, namun dalam hal pengetahuan bahasa Arab, mereka masuk klasifikasi mubtadiin, alias pemula. Dari sini, kecemasan tidak memahami materi selalu nampak setiap kali peneliti masuk pada pembelajaran materi baru.
Faktor selanjutnya adalah karena keterbatasan peneliti sebagai pengajar bahasa Arab yang masih jauh dari mampu. Untuk itulah, sembari terus berlatif agar menjadi dosen yang profesional, pengajar merasa sangat membutuhkan pengetahuan lebih di bidang bahasa Arab. Satu kesempatan mendapat beasiswa program doktor jurusan PBA di UIN Maulana Malik Ibrahim adalah satu peluang emas mewujudkan cita-cita dan harapan peneliti menjadi pengajar bahasa Arab yang profesional, khususnya di STAI RR.
Selanjutnya, dan ini yang mungkin menjadi faktor terberat adalah rendahnya minat belajar para mahasiswa STAI RR. Seperti pengakuan banyak pengajar lainnya, pada jam-jam perkuliahan aktif, hampir dipastikan jarang ada ruang kuliah yang peserta didiknya masuk secara utuh. Sering kali jumlah peserta kuliah yang masuk tidak seperti jumlah seharusya. Hal ini mungkin karena faktor kesibukan para mahasiswa di luar jam kuliah. Banyak dari mereka yang notabeni telah bekerja.
Setiap kali ada benturan waktu antara jam kuliah dan kesibukan lainnya, bisa dipastikan mereka mengorbankan waktu kuliah. Tanpa niatan negatif, keberadaan mereka sebagai mahasiswa tidak lebih sekedar pemenuhan kewajiban untuk dapat meraih gelar sarjana: sama sekali bukan karena kebutuhan untuk belajar. Dari sini peneliti mempertanyakan: bagaimana para mahasiswa akan memahami materi kuliah, termasuk bahasa Arab, jika motifasi serta keinginan belajar mereka sangat minim?
Tentunya menjadi tugas setiap pengajar menganalisis semua problem pembelajaran sebagai sebuah tantangan yang harus dipecahkan. Kewajiban tersebut juga menjadi pemicu bagi peneiti agar terus berupaya dan bisa meyakinkan peserta didik tentang pentingnya ilmu pengetahuan, khususnya materi bahasa Arab, sebagai ilmu penunjang kecakapan mereka yang nantinya menjadi sarjana Agama Islam. Wallahu a’lam bi alshawab.
VI. Kesimpulan/ Penutup
Bisa mencapai tujuan adalah harapan semua orang. Siapa, dan dalam segala hal semuanya pasti ingin meraih keberhasilan. Begitu juga kiranya dalam hal pendidikan dan pengajaran. Bagaimana satuan kurikulum direncanakan, lalu kemudian diaplikasikan, serta bagaimana pelaksanaan evaluasinya adalah satu patokan keberhasialan KBM. Pada titik ini, memanaj sebuah kurikulum berlandaskan pada unsur serta konsep manajemen yang baik menjadi sebuah keniscayaan.
Keniscayaan ini pula yang peneliti sadari sebagai pengajar materi bahasa Arab di STAI Raden Rahmat Malang. Satu sekolah tinggi yang tidak bisa terhindar dari kendala proses pembelajaran. Maka, Berfikir konseptual, bekerja administratif, serta melakoni tugas kepemimpinan dalam hal pembelajaran bahasa Arab adalah semaksimal mungkin peneliti upayakan untuk manajaman proses PBA di lembaga tersebut.
Konsep dan Karakter manajemen kurikulum PBA sebagai suatu sistem/ proses mencakup pengelolaan organisasi pembelajaran bahasa Arab sebagai mata pelajaran berlandaskan model kemahiran bahasa harus signifikan, tidak bias. Tanpa itu, fungsi manajemen kurikulum semakin sulit terkonsep.
Pemaparan sekilas tentang manajemen kurikulum PBA di STAI RR adalah satu dari sekian upaya introspeksi peneliti sebagai pengajar. Besar harapan, banyak masukan serta catatan sebagai rujukan bagi peneliti untuk terus meningkatkan proses pembelajaran bahasa Arab di lembaga tersebut. Hal ini sebagai satu keinsafan atas keterbatasan peneliti dii banyak aspek. Toh demikian, tetap menjadi keinginan peneiti agar ke depan bisa semakin cakap menjalankan tugas sebagai pengajar, dan bisa menjadi dosen bahasa Arab yang profesional. Amien...
Daftar Pustaka
1. Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, hal. 32, cet. 4, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008
2. Petunjuk Administrasi Sekolah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal. 170, Direktorat Sarana Pendidikan, Jakarta, 1997
3. Fathul Mujib, Rekonstruksi Pendidikan Basaha Arab, hal. 79, Cet.I, Bintang Pustaka Abadi, Yogyakarta, 2010
4. Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, hal. 37, cet.1, Gaung Persada, Jakarta, 2010
5. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, hal, 17, Cet.6, Bumi Aksara, Jakarta, 2007
6. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Fajar Interpratama Office, jakarta, 2005
7. Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, hal. 46, cet.1, Prenada Media, Jakarta, 2003
8. Rusman, Manajemen Kurikulum, Rajawali Press, Jakarta, 2009
9. Soebijanto Wirojoendo, Teori Perencanaan Pendidikan, Liberti, Yogyakarta,1985
10. E. Mulyasa, Kurikulm Tingkat Satuan Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Jakarta, 2007