31.8.11

KHUTBAH IDUL FITRI 1432 H

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر .. الله أكبر .. الله أكبر .. الله أكبر .. الله أكبر .. الله أكبر .. الله أكبر ..

الله أكبر .. الله أكبر .. الله أكبر كبيرا .. والحمد لله كثيرا .. وسبحان الله بكرة وأصيلاً .

الله أكبر ماَ أَشْرَقَتْ وُجُوْهُ الصَّائِمِيْنَ بَشَراً .. الله أكبر ماَ تَعاَلَتِ اْلأَصْواَتُ تَكْبِيْراً وَذِكْراً ... الله أكبر ماَ تَوَالَتِ اْلأَعْياَدُ عُمْراً وَدَهْراً .. لك الْمَحاَمِدُ ربَّنا سِراً وَجَهْراً .. لَكَ الْمَحاَمِدُ رَبَّنا دَوْماً وَكَرَّا .. لَكَ الْمَحاَمِدُ ربَّنا شِعْراً وَنَثْراً.. لك الْحَمْدُ يَوْمَ أَنْ كَفَرَ كَثِيْرٌ مِنَ الناَّسِ وَأَسْلَمْناَ، لَكَ الْحَمْدُ يَوْمَ أَنْ ضَلَّ كَثِيْرٌ مِنَ المسلمين وَابْـتَدَعُوْا وَلِلسُّـنَّةِ أَقَمْناَ، لَكَ الْحَمْدَ يَوْمَ أَنْ فَزَعَ النَّاسُ وَأَمَنْـتَنا، لَكَ الْحَمْدُ يَوْمَ جاَعَ كَثِيْرٌ مِنَ الناَّسِ وَأَطْعَمْـتَناَ، لَكَ الْحَمْدُ يَوْمَ أَنْ بَيْنَ يَدَيْكَ أَقَمْـتَناَ، وَلَكَ الْحَمْدُ يَوْمَ أَنْ لِشَهْرِ الصِّياَمِ كِلَّهِ صاَئِمِيْنَ لَكَ أَشْهَدْتَناَ .. لَكَ الْحَمْدُ أَحَقَّ مَحْمُوْدٍ مَحْبُوْبٍ وَأَعْظَمَ مَرْغُوْبٍ مَطْلُوْبٍ . وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن نبينا وحبيبنا وصفينا محمدَ بْنِ عَبْدِ الله ، صاَحِبَ الْحَوْضِ الْمَوْرُوْد ، وَاللِّواَءِ الْمَعْقُوْد، وَالصِّراَطِ الْمَمْدُوْد، يا ربنا ويا مولانا بلغه صلاتنا وسلامنا في هذه الساعة، يا ربنا لا تحرمنا رؤياه في الجنة، اللهم صل وسلم وبارك وأنعم عليه وعلى آله الأطهار وصحبه الأخيار وأتباعه الأبرار .. أما بعد: فَياَ عِباَدَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِياَيَ نَفْسِي بِتَقْوَى الله، وَاصْبِرُوا وَصاَبِرُواْ وَراَبِطُوْا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

Hadirin wal hadirat, jama’ah solat id yang berbahagia….

Di pagi hari yang mulia, khidmat, dan penuh barakah ini, mari bersam-sama kita perbanyak rasa syukur ke hadirat Allah SWT, seraya terus meningkatkan kualitas ketaqwaan: bermujahadah dalam melaksanakan segala perintah-Nya, dan menjahui semua yang dilarangan-Nya. Pada kesempatan ini juga, bersama-sama kita agungkan asma Allah, dengan memperbanyak bertakbir, tahmid, tahlil dan tasbih, sebagi ungkapan rasa syukur dan suka cita; menenggelamkan diri dalam suasana kemenangan, setelah sebulan lamanya kita laksanakan ibadah puasa, sebagai manifestasi ketaqwaan. Mudah-mudahan kita termasuk hamba-hamba yang dikaruniai kefitrahan, dan mampu meraih derajat muttaqin pasca-tempaan selama Ramadan. Amin ya Rabbal alamin.

Hadirin Jama’ah Shalat Idul Fitri, Rahimakumullah..

Baru saja kita telah menunaikan shalat Id secara berjamaah. Ini pertanda bahwa hari ini, dan beberapa hari ke depan, suasana Hari Raya Idul Fitri akan kental terasa. Kunjungan bersilaturrahmi antar sanak kerabat, handai taulan, juga kepada para sahabat berlangsung penuh khidmat, penuh suka cita. Saling bermaaf-maafan sebagai inti silaturrahmi berlebaran telah menjadi satu tradisi yang mengalir bagaikan air. Kiranya kita patut membanggakan tradisi mulia ini. Setidaknya, ego diri, kesombongan pribadi untuk mengakui kesalahan kepada sesama bisa tertutupi dengan tradisi ini. Gampangnya, jika di luar suasana Idul Fitri kita masih merasa malu, canggung untuk meminta maaf, maka pada suasan lebaran ini, luapan emosi keangkuhan diri bisa sejenak direda.

Dalam kedinasan, contohnya, atasan tidak lagi canggung mengakui kekhilafannya pada bawahan; para guru tidak perlu sungkan meminta maaf kepada murid-muridnya; mereka yang lebih senior, lebih tua, tidak usah malu bermaaf-maafan dengan mereka yang lebih junior, atau lebih muda. Dalam keuarga juga demikian, orang tua dengan putra-putranya saling meminta maaf. Dalam suasana lebaran, semuanya berkesempatan untuk tidak malu meminta maaf atas kesalahan masing-masing. Alhamdulillah, sekali lagi alhamdulillah kita punya tradisi mulia ini, meski sebenarnya, tradisi sepertii ini tidak terbatas dalam suasana lebaran saja.

Satu lagi, wahai kaum muslimin sekalian, tradisi saling memaafkan, tradisi pengakuan kesalahan kepada sesama ini ternyata sekaligus menjadi pembeda antara Islam dengan agama yang mengharuskan pengakuan kesalahan atau pengakuan dosa hanya kepada orang yang disucikan. Islam tidak demikian, semua manusia sama; semua manusia pernah melakukan dosa; tidak satu pun manusia kecuali baginda Nabi Muhammad al-maksum, yang terlepas dari kekeliruan, juga dosa. Inilah hakekat tradisi Idul Fitri yang sangat mulia.

Allahu Akbar 3x walillahilhamd

Dengan lebih memahami tradisi Idul Fitri seperti di atas, lantas kita bisa melihat benang merah antara tradisi dan hakekat makna Hari Raya Idul Fitri; ada keterikatan antara keduanya. Hari raya Idul Fitri sebagai puncak pelaksanaan ibadah puasa memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa Ramadan.

Secara etimologi (kebahasaan), Ungkapan “Idul Fitri” sendiri, terdiri dari dua suku kata: îd dan Fitri. kata îd terambil dari bahasa Arab yang memilik banyak arti. Bisa berarti: sesuatu yang terjadi berulang-ulang. îd juga berarti kebiasaan, ia terambil dari kata ‘âdah. Selain itu, makna îd juga berarti kembali, dari asal kata ‘awdah. Jika tersambung dengan kata selanjutnya, yakni fitri, makna îd yang terakhir, yaitu “kembali”, menjadi makna yang sangat pas dan relefan dengan tujuan yang akan dicapai dalam pelaksanan ibadah puasa. Maka, Idul Fitri berarti hari raya Kesucian atau hari raya Kemenangan—yakni kemenangan mendapatkan kembali, mencapai kesucian, fitri. Kefitrahan, atau kesucian diri inilah yang menjadi asal kejadian setiap manusia, tanpa kecuali.

Sebagaimana dimaklumi bersama, ibadah puasa merupakan sarana penyucian diri, tentu saja apabila dijalankan dengan penuh kesungguhan dan ketulusan serta menyadari tujuan puasa itu sendiri (sense of objective).

Berkaitan dengan asal kejadian manusia, Rasulullah bersabda: “Setiap anak yang lahir adalah dalam kesucian…( كل مولود يولد على الفطرة )” Penegasan yang berkenaan dengan kesucian bayi juga dinyatakan dalam sebuah hadis lain yang mengatakan bahwa seorang bayi apabila meninggal, maka ia dijamin akan masuk surga.

Lebih jelas lagi Al-Qur’an menjelaskan bahwa Manusia diciptakan Allah dengan naluri beragama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar, alias melenceng dari fitrah. Hal itu terjadi karena faktor luar, atau lingkungan. Maka hendaklah segera kembali dari lingkungan yang merusaknya, menuju kefitrahan dari Tuhan yang telah menciptakan. Ditegaskan:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا* فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا* لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ* ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui(Ar-rum: 30)

Termasuk dari fitrah yang sekaligus menjadi naluri utama manusia adalah naluri menyembah. Hal ini disebabkan secara alami sejak lahir manusia sudah membawa perjanjian primordial untuk hanya menyembah kepada Tuhan. Naluri ini, jika tidak disalurkan secara benar, akan mengarah pada apa saja, sehingga yang dihadapi manusia bukan persoalan tidak menyembah Tuhan, tetapi terlalu banyak yang disembah. Inilah sebabnya kenapa kredo Islam dimulai dengan nagasi atai nafi: la ilaha (tiada Tuhan), yaituu untuk membebaskan diri dari segala macam kepercayaan, kemudian dilanjutkan: illallâh (kecuali Allah).

Kita tahu, setiap kepercayaan akan memperbudak. Kalau kita percaya kepada cincin yang dapatt mendatangkan rizqi, misalnya, secara apriori kita telah kalah dengan cincin tersebut. Dan dengan sendirinya kita jadii lebih rendah dari batu yang ada dalam cincin tadi. Inilah yang disebut syiriq, yakni menempatkan diri tidak sesuai dengan rencana Tuhan sebagai makhluq tertinggi. Dari sini bisa difaham kenapa syirik menjadi dosa yang paling besar.

Selain itu, manusia dengan kesucian asalnya, primordial, terkadang mudah terjerumus dan tergelincir ke dalam dosa sehingga menjadikan dirinya tidak suci lagi. Meminjam istilah sastrawan terkenal Dante, kesucian itu diistilahkan dengan surga atau paradiso, suasana jiwa tanpa penderitaan. Sedangkan dosa, sebagai kondisi jiwa yang tidak membahagiakan, diistilahkan dengan inferno atau neraka. Karena itu bulan Ramadlan yang berarti penyucian diistilahkan dengan purgatorio atau penyucian jiwa. Orang yang menjalankan ibadah puasa sesuai dengan tuntunan, maka dengan sendirinya akan dapat mengembalikan jiwanya kepada kesucian atau paradiso, yakni kebahagiaan karena tanpa dosa.

Hadirin wal Hadirat yang Rahimakumullah…

Kemudia, setelah Kewajiban puasa Ramadan dijalankan dengan baik, Al-Quran lantas menganjurkan setiap orang yang beriman untuk bertakbir atau mengagungkan asmâ’ Allah Swt., Dalam surah al-Baqarah ayat 185 dijelaskan:

يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلاَ يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ"

…Allah menghendaki yang mudah bagimu dan tidak ingin mempersulit kamu. (Ia menghendaki kamu) mencukupkan jumlah bilangan, serta mengagungkan Allah yang telah memberi petunjuk kepadamu, supaya kamu bersyukur” (Q., 2: 185).

Dengan anjuran bertakbir tersebut, sepertinya seorang muslim yang telah menjalankan ibadah puasa diasumsikan berada dalam kemenangan atau kesucian, sehingga yang ada hanya Tuhan dan yang lain dianggap tidak berarti apa-apa. Allâhu Akbar 3x, Allah Maha Besar.

Allahu Akbar: tidak menilai orang besar karena baju barunya!

Allahu Akbar: tidak melihat orang besar karena hartanya!

Allahu Akbar: tidak menganggap orang besar karena jabatan dan kedudukannya!

Allahu Akbar: tidak menilai segala sesuatu selain Allah, besar!

Allahu Akbar, tidak pernah menganggap diri sendiri, besar! Senyatanya kita rendah di sisi Allah, kita hina di hadapan Allah, karena banyaknya dosa, dosa, dan dosa yang kita perbuat.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd

Itulah makna filosofi kalimat takbir: menyatakan dengan sebanar-benarnya kebesaran Allah, tidak sekedar terucap melalui lisan, tapi diyakini dengan hati yang paling dalam, dan diperaktekkan dalam amalan sehari-hari. Keyakinan semacam ini tidak akan pernah terujud, tanpa sebelumnya meyakini keberadaan Allah; meyakini haqqul yakin bahwa Allah meha mengetahui tentang apa saja yang akan, sedang dan telah kita lakukan. Itulah beberapa pelajaran inti dalam ibadah bulan Ramadan.

Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa kembali pada fitrahan manusia, dan terlatih mengendalikan diri setelah kepergian bulan Ramadhan tahun ini; tetap menempati kehormatan sebagai sebaik-baik makhluk dan tidak akan merosot menjadi makhluk yang paling rendah akibat tak kuasa menahan godaan yang selalu mengintai. Akhirnya, minal âidzîn wal fâizîn, selamat Hari Raya Idul Fitri tahun 1432 Hijriyah.

جعلنا الله وإياكم من العائدين والفائزين المقبولين، وبارك لنا فى القرآن العظيم. ونفعنا بما فيه من الآيات والذكر الحكيم، إنه هو البر الرؤوف الرحيم،

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم: "قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى، وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى"

وقل رب اغفر وارحم وأنت خير الراحمين

Zul FS,

28 Ramadan 1432 H

28 Agustus 2011 M

الخطبة الثانية لعيد الفطر

الله أكبر ×٧ الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لاإله إلا الله والله أكبر ولله الحمد.

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كُلُّهُ وَلَكَ الشُّكْرُ كُلُّهُ وَإِلَيْكَ يَرْجِعُ اْلأَمْرُ كُلُّهُ عَلاَ نِيتُهُ وَسِرُّهُ، فأهلٌ أَنْتَ أَنْ تُحْمَدَ، وَأَهْلٌ أَنْتَ أَنْ تُعبَدَ، وَأَنْتَ عَليَ كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ. اللهم لَكَ الْحَمْدُ حَتَّي تَرْضَي، وَلَكَ الْحَمْدُ إِذاَ رَضِيْتَ وَلَكَ الْحَمْدُ بَعْدَ الرِّضاَ

أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله الدَّاعِي إِلَى رِضْواَنِهِ. اللهم صل على عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سَيِّدِناَ وَشَفِيْعِناَ وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا.

أما بعد: فيا أيها الناس اتقواالله فِيْماَ أَمَرَ وَانْتَهَوْا فِيْماَ نَهَى وَزَجَر، وَاعْلَمُوْا أَنَّ الله أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بملائكته بقوله عَزَّ مِنْ قَائِل: إن الله وملائكته يصلون على النبي، ياأيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.

اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أنبيائك ورسلك وملائكتك المقربين، وارض اللهم عن الخلفاء الراشدين المُهْدِيِّيْنَ: أبي بكر وعمر وعثمان و علي وعن بقية الصحابة والتابعين وتابعي التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين وَارْضَ عَناَّ مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الراَّحِمِيْنَ.

اللهم اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِناَتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِماَتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْواَتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَواَتِ ياَ قاَضِيَ الْحاَجاَتِ

اللهم انْصُرْ مَنْ نصر دِيْنَ مُحمدٍ واخْذُلْ مَنْ خَذَلَ دِيْنَهُ، اللهم انْصُرِ الإِسْلاَمَ والمسلمين وأَهْلِكِ الكَفَرَةَ والظالمين، اللهم اعْصِمْناَ وَاحْفَظْناَ مِنْ جَمِيْعِ الْفِتَنِ وَعاَفِناَ وَسَلِّمْناَ مِنَ الْبَلاَياَ وَالْمِحَنَ وَالْوَباَءَ وَالْفَحْشاَءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّداَئِدَ ماَ ظَهَرَ مِنْهاَ وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هٰذاَ إِنْدُونيسية خاَصَةْ وَمِنْ بُلْداَنِ المسلمين عاَمَة ياَ ذاَالجلال والإكرام بِحُرْمة وَجْهِكَ الكريم أَعْطِنا صِحَّةً فِي التَّقْوَي وَطُولَ عُمْرٍ في حُسنِ عَمَلٍ وسعةِ رزقٍ ولا تُعَذّبنا عليه إنّك علي كل شيئ قدير

ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم

عباد الله إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفخشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون فاذكروا الله يذكركم واشكروه علي نعمه يزدكم واسألوه من فضله يعطكم ولذكر الله أعز وأكبر والله يعلم وأنتم لا تعلمون.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

29.8.11

JUAL DIRIMU KEPADA YANG BISA BELI

Harga pelacur sangat variatif. Ada yang sekali booking seharga rumah mewah, short time-nya di hotel berbintang tujuh. Ada juga pelacur senilai dengan mobil mewah, ada yang seharga HP, dan ada juga yang senilai pulsa HP. Macam-macam, lah. Mereka yang meletakkan harga dirinya pada kebendaan itu, meskipun tidak semuanya bisa disebut pelacur, sebenarnya sedang menjual dirinya dengan harga yang murah.

Anda pernah mengendarai mobil mewah sejenis Mercedes, atau BMW keluaran terbaru yang paling lux, atau mobil-mobil semacamnya yang mengindentifikasi pemiliknya berkelas elit, seperti Lexus, Alpath dan sebagainya? Lalu, di kesempatan lain apakah Anda juga pernah mengendarai mobil pick up untuk mengangkut barang-barang kasar? Atau mobil berkatagori tua seperti cevrolate kuno atau carry tua?

Mengendarai dua jenis kendaraan yang berbeda kelas seperti di atas, tentunya akan punya perbedaan pengalaman yang kontras. Jika saat mengendarai mobil mewah, lantas Anda dihormati banyak orang, mendapat pelayanan yang juga mewah, maka sebaiknya Anda jangan GR dulu. Tidak menutup kemungkinan penghormatan dan pelayanan mereka untuk kendaraan yang Anda naiki, bukan untuk diri Anda.

Sebaliknya, saat Anda mengendarai mobil tua, jelek, macetan, bodi mobil kacau, lantas orang-orang melihat Anda sebelah mata, kedatangan Anda tidak disambut, pulang tak diantar, maka jangan dulu bersedih! Yang mereka lihat rendah bukan Anda, tapi kendaraan Anda.

Pengalaman di atas memang kerap kali terjadi. Peniaian sering dilandasi pada kebendaan: semakin lux barang yang dimiliki, semakin berpeluang seseorang dihormati orang lain. Harga diri seseorang seringkali mengekor bada sesuatu, harga diri tidak tidak terletak pada pribadi.Asa Anda tahu, harga manusia itu jauh lebih mahal daripada benda apapun di muka bumi ini.

Jika Anda dihormati saat naik Toyota Alphat, tapi tidak dipandang orang saat naik Kijang kotak, maka sebenarnya harga diri Anda tidak lebih mahal daripada harga Alphat. Tapi kalo Anda disegani saat naik Alphat, dan tetep dihormati saat naik Pick up tua, maka sesungguhnya penghoramatan memang untuk pribadi Anda sendiri, bukan untuk kendaraan Anda.

Jika seorang menteri, direktur, bos perusahaan ataupun petinggi dan pejabat dihormati, disegani dan disanjung-sanjung saat menjabat, namun saat pensiun dimaki, dicaci, dikutuk dan dihina, maka sebenarnya orang hanya menghargai pangkat dan jabatannya, sedangkan diri orang yang menjabat tak bernilai sama sekali.

Anda tahu, harga pelacur sangat variatif. Ada yang sekali booking seharga rumah mewah, short time-nya di hotel berbintang tujuh. Ada juga pelacur senilai dengan mobil mewah, ada yang seharga HP, dan ada juga yang senilai pulsa HP. Macam-macam, lah. Mereka yang meletakkan harga dirinya pada kebendaan itu, meskipun tidak semuanya bisa disebut pelacur, sebenarnya sedang menjual dirinya dengan harga yang murah.

Maka, tanyakan pada diri Anda: berapakah harga untuk diri Anda? Adakah yang mau membeli dengan harga pantas harga diri kita? Orang yang faham betpa mahalnya harga diri seseorang, tentunya tidak akan menjual dirinya seharga benda apapun di dunia ini. Terlalu murah.

Lantas, adakah pembeli yang bisa memberi harga setimpal dengan harga diri kita? Yang menciptakan kita lah yang bisa membeli kita seharga diri kita. Dialah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kaya. Lihat di Al-Qur’an: “Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta orang beriman dengan surga”...(QS. 9: 111).

Semoga selepas Ramadan tahun ini, kita semakin mengetahuii harga diri kita dan bisa menjualnya kepada yang pantas membelinya. Dan ternyata, memang cuma Allah yang bisa dan pantas membeli harga diri kita...

Zul FS

MENJADIKAN RAMADAN SEPANJANG TAHUN

Seorang pejabat –umpamanya– untuk melanggengkan kedudukannya, dia membutuhkan “introspeksi”; aparat, juga demikian; politikus, apalagi. Bahkan penjahat pun tidak ketinggalan berintrospeksi diri dalam menjalankan “tugas” kejahatannya. Pada titik ini, upaya introspeksi bermuara pada kesusksesan tugas atau kapasitas pekerjaan seseorang. Dalam kata lain, introspeksi bermakna strategi.

Seperti rutinitas lainnya, kegiatan ibadah Ramadan sudah memasuki masa-masa akhir. Jika tidak hari ini, pastinya besok adalah hari terakhir Ramadan. Ketidakpastian akhir Ramadan sudah lumrah di kalangan umat Islam. Karenanya tidak bisa dipastikan kapan berakhir. Kalau tidak pada tanggal 29 Ramadan, ya, tanggal 30-nya. Yang pasti, bulan yang diagungkan oleh umat Islam ini akan segera berlalu. Apresiasi berakhirnya Romadan juga macam-macam. Ada yang sedih karena akan berpisah dengan bulan penuh barakah ini, tapi ada juga sebaliknya: senang dengan berakhirnya kewajiban puasa Ramadan. Kedua golongan tersebut tentunya mempunyai alasan masing-masing dalam menyikapi berakhirnya Ramadan.

Tulisan ini tidak akan membicarakan alasan kelompok muslim yang senang dengan berakhirnya bulan Ramadan. Selain karena banyaknya faktor yang bisa diungkapkan sebagai alasan, dan karenanya rawan melahirkan wacana subjektif, senang dengan berlalunya Ramadan justru terkesan melemahkan spirit ibadah yang sejatinya makin ditingkatkan pada penghujung bulan Ramadan. Pemahamana terbaliknya, orang yang senang dengan berakhirnya Ramadan, itu artinya dia tidak senang dengan keberadaaan bulan penuh barakah ini. Lantas, bagaimana mungkin seorang muslim bisa merasakan barakah Ramadan, jika keberadaannya saja tidak diharapkan. Na’udzubillahi min dzalika.

Waba’du, bagi kelompok muslim yang bersedih karena akan ditinggal Ramadan sebagai bulan penuh barakah, maka sejatinya mereka juga faham hakekat Ramadan sebagai syahrun al-tarbiyyah, bulan pendidikan. Di bulan ini, umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah puasa yang bermuara pada satu sikap mulia, yakni ketaqwaan. (QS. 2:183). Kaitannya dengan tujuan kependidikan, ada satu hadis yang sangat masyhur, “Man syãma Ramadãna imãnan wahtisãban gufira lahu mã taqaddama min danbihi: barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadan karena keimanan dan berintrospeksi diri, niscaya diampuni dosa-dosanya yang lampau”.

Mencermati hadis tersebut, akan didapat kandungan pendidikan bagi kita yang bisa memahami tujuan diwajibkannya puasa Ramadan. Ada dua kata kunci dalam hadis di atas yang menarik diketengahkan, yakni: keimanan dan introspeksi diri. Sebagai penggiat kebahasaan, penulis tertarik mempertanyakan: kenapa sikap iman didadhulukan sebelum upaya introspeksi?

Jika ditinjau dari kajian linguistik, konteks hadis sangat komunikatif. Akan berbeda makna jika saja kata “introspeksi” didahulukan sebelum kata “iman”. Dari sini juga bisa terurai muatan pendidikan yang bisa difaham oleh kita umat Islam. Kandungan hadis mengisyaratkan agar keimanan dijadikan pedoman dasar untuk berintrospeksi diri dalam setiap lini kehidupan; di bidang apapun kita berkiprah dalam kehidupan, maka keimanan menjadi landasan mengintrospeksi diri.

Setiap orang tentu melihat pentingnya upaya introspeksi diri. Landasannya macam-macam. Seorang pejabat –umpamanya– untuk melanggengkan kedudukannya, dia membutuhkan “introspeksi”; aparat, juga demikian; politikus, apalagi. Bahkan penjahat pun tidak ketinggalan berintrospeksi diri dalam menjalankan “tugas” kejahatannya. Pada titik ini, upaya introspeksi bermuara pada kesusksesan tugas atau kapasitas pekerjaan seseorang. Dalam kata lain, introspeksi bermakna strategi.

Dari sini jelas, apa yang perlu dilatih umat Islam selama Ramadan: menjadikan keimanan sebagai landasan introspeksi atau strategi dalam menjalankan kehidupan pada sebelas bulan lainnya. Maka tidak heran jika keimana sebagai landasan introspeksi diri, segala dosa-dosa diri akan terampuni. Ini menjadi satu kewajaran. Tanpa itu, tidak cukup alasan dosa kita bisa terampuni. Terlepas dari sifat Rahman dan Rahim Allah, seyogyanya kita berfikir: bagaimana Allah akan mengampuni dosa-dosa kita, jika upaya introspeksi tidak berlandaskan keimanan.

Lantas, kenapa harus keimana yang menjadi landasan introspeksi? Ilustrasi sebagai jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah memaknai keimanan sebagai sikap inti dalam peribadatan, sebagai naluri utama kita. Hal ini disebabkan, secara alami, sejak lahir kita sudah membawa perjanjian primordial untuk hanya menyembah kepada Tuhan. Jika naluri ini tidak tersalurkan dengan benar, dampaknya bisa mengarah “sembarangan”, sehingga yang dihadapi manusia bukan persoalan tidak menyembah Tuhan tetapi terlalu banyak yang disembah. Inilah relevansinya kenapa kredo Islam dimulai dengan negasi, lâ ilâha (tiada Tuhan), yaitu untuk membebaskan dari segala macam keper­cayaan, baru dilanjutkan dengan illâllâh (kecuali kepada Allah). Setiap kepercayaan akan memperbudak.

Sebagai ilustrasi, kalau kita percaya kepada cincin yang dapat mendatangkan rejeki, misalnya, secara apriori kita telah kalah dengan cincin tersebut dan dengan sendirinya kita menjadi lebih rendah dari batu. Inilah yang disebut syirik, yaitu menempatkan diri tidak sesuai dengan rencana Tuhan sebagai makhluk tertinggi. Dari sini, dapat dimengerti kenapa syirik disebut dalam Al-Quran sebagai dosa yang paling besar.

Maka, point penting utama dalam pendidikan puasa Ramadan adalah mempersiapkan diri dan mental untuk hanya menjadikan Allah sebagai landasan dalam beraktifitas. Kita jadikan keridaan Allah sebagai pondasi setiap aktifitas kita sehari-hari. Hanya dengan cara inilah, semua kegiatan kita bisa terhitung sebagai ibadah di sisi Allah SWT. Di sinilah jiwa Ramadan bisa kita terapkan pada sebalas bulan lainnya. Kita bisa berada dalam nuansa Ramadan sepanjang tahun. Wallahu a’lam bi alshawab.

Zul FS